Iklan

Selasa, 31 Desember 2024

TAHUN BARU, ALAT UNTUK MENGUKUR KWALITAS HIDUP

                                       Patrisius Dua Witin, CP



Euforia perayaan Tahun Baru menembus kalangan kelas bawah artinya perayaan ini paling ditungguh semua orang. Masing-masing orang mengemas perayaan dengan seleranya yang akan diluapkan pada titik 00.00 pergantian tahun. Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan untuk menyambut perayaan Tahun Baru. Biaya kembang api saja mungkin membutuhkan biaya yang sangat mahal, belum lagi anggaran yang lainnya. Tak ada keraguan untuk mengeluarkan biaya semacam itu karena dianggap setahun sekali untuk mengisi kegembiran dalam menyambut tahun yang baru.

Bagi kalangan orang bijak sebenarnya Tahun Baru menjadi sebuah alat atau media untuk menghitung saldo atau defisit keseluruhan hidup anda selama tahun sebelumnya. Bagi kita merupakan sebuah renungan panjang tentang prilaku hidup kita baik dari segi ekonomi, religiositas, budaya, politik dan lain-lain. Katakan saja dari sudut pandang politik, mungkin saja ada yang menang politik dan mereka akan menuai saldo besar sementara mereka yang kalah politik akan menuai defisit politik. Dari segi prilaku hidup keagamaan (RELIGIOSITAS) tentu kita mengalamai defisit iman atau bisa saja mengalami saldo iman pada tahun sebelumnya.

Seluruh prilaku hidup kita selama setahun diukur pada momen ini agar kita menjadi bijak untuk mengambil langkah positip pada tahun yang akan datang. Bisa jadi bahawa pada akhir tahun ini secara ekonomi, kita mengalami surplus tetapi dari segi religiositas, kita mengalami defisit iman. Oleh karena itu Tahun Baru tidak semata-mata menjadi ajang pesta pora melainkan menjadi ajang untuk mengukur kwalitas hidup kita.


Sabtu, 14 Desember 2024

APA YANG HARUS KAMI PERBUAT

 

REFLEKSI

MINGGU ADVENT III

TAHUN C

Injil Lukas, 3:10-18 

 RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Hampir semua komentator sepakat bahwa bacaan Injil hari ini mengindikasikan bahwa “Yohanes Pembaptis berhasil melaksanakan tugasnya sebagai perintis persiapan kedatangan Tuhan. Banyak orang terpesona dengan ajarannya dan ingin mengubah masa lalunya dengan mengatakan kalau begitu “apa yang harus kami perbuat?”  Paralel dengan teks ini dapat dilihat dalam Kisah Para rasul di mana pertanyaaan yang sama dilontarkan juga ketika Petrus berkhotbah di depan banyak orang dan pada saat  yang sama  semua mengatakan “Jadi apa yang harus kami perbuat?  Kisah Para Rasul 2:37

Inisiatif datang dari para pendengar dengan mengajukan pertanyaan kepada Yohanes Pembaptis tentang apa yang harus kami perbuat merupakan jalan pertobatan yang semakin terbuka lebar. Pertanyaan tentang Apa yang yang harus kami perbuat adalah pertanyaan yang  datang dari orang-orang sederhana yang  telah membuka pintu hatinya untuk keselamatan. Pintu pertobatan ini hanya bisa terbuka ketika orang dengan rendah hati menerima pengajaran dan nasihat dari orang yang tidak diketahui latar belakang pendidikannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa orang-orang cerdik pandai dan mereka yang membanggakan pengetahuan mereka lebih sulit dikoreksi daripada orang-orang sederhana dan tidak terpelajar. Bahkan, mereka yang menganggap diri mereka bijak sering mengejek orang-orang sederhana  yang ingin bertobat.

Menurut Origenes ada tiga kelompok  yang bertanya dan Yohanes Pembaptis memberikan tiga jawaban sesuai dengan masing-masing audiens.

1.       Pertama, kepada semua orang:  barang siapa mempunyai dua helai baju hendaklah ia memberikan  kepada orang yang tidak mempunyainya. Dua helai baju (ὁ ἔχων δύο χιτῶνας), diterjemahkan  memiliki kelebihan pakaian”. Dan barang siapa mempunyai kelebihan makanan (beras, ubi, pisang, jagung, dan lain-lain) hendaklah ia berbuat demikian. Pertama-tama setiap orang harus memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu, setelah itu, kelebihannya dibagikan kepada orang miskin. Siapapun yang menumpuk kekayaan sesungguhnya tidak pantas dan layak di hadapan Tuhan karena ia telah merampas hak orang-orang miskin. St. Bernardus dan Jerome menegaskan bahwa penumpukan kekayaan merupakan pencurian, penistaan, dan penjarahan yang seharusnya diberikan kepada orang miskin. Bencana letusan gunung Lewotobi laki-laki di Flores Timur mengakibatan belasan ribu pengungsi di tenda-tenda darurat sungguhnya mengubah pola perbuatan kita untuk untuk berbuat demikian. Barang siapa mempunyai kelebihan pakaian maupun makanan hendaklah berbagi kepada yang tidak mempunyainya. Tentu saja bantuan mengalir dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Umat membantu umat melalui banyak pihak untuk menyalurkan bantuan.  Negara akhirnya mengumumkan peristiwa ini sebagai bencana nasional. Tragedi bencana alam atau apapun penderitaan kemanusiaan sesungguhnya memacuh andrenalin cinta kasih untuk berbagi dari kelebihan maupun kekurangan yang ada pada kita baik material maupun tenaga dan pikiran.  Jadi, Tobias berkata, 'Sesuai dengan kemampuanmu, berbelas kasihlah. Jika kamu memiliki banyak, berikanlah dengan berlimpah; jika kamu mempunyai sedikit, berikanlah dengan sukarela sekalipun sedikit itu'Tobit 4:80)

 

2.       Kedua, jawaban kepada para pemungut cukai. "Jangan menuntut lebih dari apa yang ditetapkan “ artinya jangan menuntut lebih dari apa yang ditetapkan bagimu oleh hukum atau oleh tuan-tuan yang barang-barangnya kamu pungut. Pemungut cukai merujuk pada pemungut pajak publik dan mereka yang menjalankan bisnis untuk meraup keuntungan besar besaran di dunia ini. Ada istilah dalam kalangan orang Indonesia yang disebut dengan pihak ketiga atau apa yang disebut tangan kedua dan tangan ketiga. Keluhan masyarakat tentang harga bahan pokok melambung tinggi dan harga komoditi jauh di bahwa standar sesungguhnya adalah permainan-permainan tangan tangan kelas atas untuk memeras yang mengakibatkan jurang antara yang kaya dan miskin semakin melebar. Oleh karena itu, jika anda ingin menjadi kaya hendaklah engkau merebut kursi pemimpin. Trend menjadi pemimpin akhirnya menjadi primadona di masa-masa kampanye pergantian para pejabat negara. Tak heran jika mereka yang masih dibawah standard dipaksakan untuk menjadi pemimpin dengan mengubah undang-undang adalah bagian strategi perampokan kekayaan yang sesungguhnya adalah hak orang-orang miskin.

 

3.       Ketiga, kepada  Prajurit-prajurit, Yohanes Pembaptis berkata, “jangan merampas, jangan memeras, cukupkanlah dirimu dengan gajimu”. Prajurit pada saat itu melayani di bawah kekuasaan orang Romawi. Terkadang mereka menindas secara fisik, melakukan tipu daya, menyeret orang yang tidak bersalah ke dalam tuntutan hukum, menuduh siapapun secara salah (salah tangkap) dengan menuntut bayaran yang mahal. Cara-cara brutal yang dilakukan ini kemudian hari dialami oleh Yesus sendiri yakni Dia yang tak bersalah diseret ke pengadilan. Hebatnya bahwa para prajurit menyadari kesalahannya dan meminta pertobatan dengan mengubah pola perbuatan seperti yang dimaksudakan oleh Yohanes Pembaptis.

 

Tiga jawaban atas pertanyaan “apa yang harus kami perbuat di atas sesungguhnya sangat realistis untuk semua audiens pada masa ini. Kunci pertobatan bukan hanya sekedar mengajukan pertanyaan tetapi sesungguhnya mewujudkan jawaban Yohanes pembaptis yang sangat sederhana untuk lakukan. Jika engkau mempunyai kelebihan pakaian dan makanan berbagilah dengan sesama yang tidak mempuanyainya. Jangan memungut lebih dari apa yang ditetapkan hukum dan jangan memeras, cukupkanlah dengan gajimu.

Salam Advent III


Sabtu, 07 Desember 2024

JANJI MENANTIMU DI PERSIMPANGAN JALAN (adventus)

 





Oleh

Patrisius Dua Witin, CP


Waktu terus berputar tanpa kompromi

Tak ada tanda tanda sayup di kejauhan

Harap cemas menanti,

menanti  janji kedatanganmu

 

Apakah engkau datang dari arah Timur

Ataukah dari arah Barat

Sulit memutuskan, karena aku berada

Di persimpangan Jalan

 

Aku tetap setia menantimu

Menanti di jalan yang engkau janjikan

Tapi apakah engkau menepati janjimu

Ataukah engkau mengulur-ulur janjimu

 

Lalu muncullah seorang kakek tua dari arah Timur

Apakah dia yang dijanjikan itu

Ataukah masih ada orang lain

 

Ya kakek tua berjalan terus

Aku terus menanti orang yang datang dari arah Barat

Aku terus menanti sampai larut malam

Tapi tak ada seorangpun muncul dari arah Barat

 

Aku mulai sadar bahwa yang dijanjikan sudah lewat

Dialah sang kakek tua itu.

Ternyata hatiku masih berada dipersimpangan jalan

Untuk menanti kedatanganMu

 

DIA TELAH DATANG KETIKA HATIKU MASIH BERADA DI PERSIMPANGAN JALAN

AKU KEHILANGAN AKAN JANJI KESELAMATAN YANG DATANG DARI PADANYA

 

 

 


Kamis, 05 Desember 2024

MENGABAIKAN SILA PERTAMA DALAM KAMPANYE POLITIK

 

Oleh

Patrisius Dua Witin

 

Pilpres, Pileg, dan Pilkada telah berakhir meskipun kita tahu bahwa  hampir sebagian masyarakat masih menelan pilpahit dalam ajang pesta Demokrasi. Hal ini terbukti bahwa banyak persoalan yang telah diangkat ke tingkat MK dan juga Bawaslu. Apapun persoalannya tentu diselesaikan dengan damai karena Negara kita harus bergerak maju menuju Kemakmuran, keadilan, dan Kesejahteraan bersama.

Menarik bahwa semua kandidat sangat getol berkampanye  tentang “keadilan” (sila kedua), tentang “persatuan” (sila ketiga), tentang “Demokrasi” (sila keempat), tentang “Kesejahteraan Sosial” (sila kelima). Sementara Sila pertama yang diurutkan paling awal dalam dasar negara kita justru agama yang berurusan dengan “Ketuhanan Yang Mahaesa” dipakai untuk memecah belah para pemilih bahkan diuber-uber menuju ke tingkat sara.

Sila pertama “Ketuhanan Yang Mahaesa”  pertama-tama adalah bertalian dengan negara harus menjamin kebebasan rakyat untuk memilih agamanya sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Kedua, bahwa negara menjamin kebebasan para pemeluk agama untuk mendirikan rumah ibadat agar masyarakat dengan aman menjalankan ibadat sesuai dengan sila pertama. Ketiga bahwa Negara menjamin untuk mengalokasikan dana untuk pembangunan rumah-rumah ibadat.  Bagian kedua dan ketiga menjadi problematika sampai saat ini. Pemerintah hampir menutup mata dengan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat di lapangan. Katakan saja di beberapa daerah tertentu, betapa sulitnya orang mendirikan rumah ibadat bahkan yang adapun ditutup. Kedua bahwa betapa sulitnya negara mengalokasikan dana untuk merehab dan mendirikan rumah-rumah ibadat.

Tentu hal ini sangat miris jika dihubungkan dengan sila pertama dasar negara kita. Negara harus membuka mata untuk mengkaji kembali implementasi sila pertama karena hampir sebagian besar   masyarakat belum merasakan sepenuhnya dampak pembangunan dari sisi sila pertama Pancasila. Para pendiri bangsa ini tentu lebih jeli melihat betapa pentingnya sila pertama sehingga ditempatkan pada nomor urut pertama dasar negara kita. Kemudian hari para pemimpin negara kita hampir melupakannya bahkan ditempatkan paling terakhir dalam kampanye-kampanye pemilihan kepala negara dan kepala-kepala daerah.

Hebatnya bahwa kita memiliki juga satu kementerian yang mengurus agama. Barangkali pembangunan rumah-rumah ibadat pada setiap agama juga perlu diperhatikan agar masyarakat layak dan pantas menjalankan agama dan kepercayaannya dengan  baik. Guru-guru agama hampir tidak diperhatikan kalau memang diperhatikan juga ditempatkan pada bagian akhir. Sekolah-sekolah di bawah naungan agama-agama terutama agama Katolik semakin jauh dari pantauan negara.  Tugas dan fungsi agama adalah mencerdaskan nurani, mencerdaskan  jiwa, mencerdaskan aklak, martabat manusia sebagai manusia. Hal ini menjadi urusan yang paling penting dalam membangun manusia seutuhnya. Para pemimpin negara dan pemimpin daerah mengunjungi tokoh-tokoh agama dan rumah-rumah ibadat hanya pada saat menjelang pemilu sesudah itu hampir tidak diperhatikan lagi.

Pertanyaannya “APAKAH KEPALA NEGARA DAN KEPALA-KEPALA DAERAH YANG BARUSAN TERPILIH MEMPERHATIKAN PEMBANGUNAN DARI SISI SILA PERTAMA PANCASILA ATAU SAMA SAJA MENGABAIKANNYA? Kita tungguh jawaban dari para pemimpin bangsa kita.

Rabu, 11 September 2024

CATATAN PINGGIR HARI ULANG TAHUN

 

Oleh: Patrisius Dua witin,CP

 

Rasa-rasanya tidak elok kalau Hari Ulang Tahun berlalu tanpa sebuah catatan. Paulus dari Salib Pendiri Kongregasi Pasionis meninggalkan kenangannya yang indah dengan sejumlah catatan hariannya. Hal ini tentu menggelitik nuraniku untuk menggoreskan catatan ini. Apa untungnya membuat catatan ini? Bukankah hal ini akan berlalu dan mengalir begitu saja tanpa ada   riak-riak euforia perayaan yang membuatmu seperti orang yang barusan fly setelah meneguk bubuk Narkoba? Tradisi Hari Ulang Tahun diketahui telah belangsung sejak zaman para  dewa dan kemudian para raja mengadopsi perayaan ini dengan memamerkan kekayaan yang tak terhitung nilainya demi pesta yang dimaksud. Barangkali inilah yang menjadi jurang pemisah yang tak terjembatani antara pesta orang kaya dan orang susah. Meski demikian perayaan ini hampir tak terlewati walaupun sebatas ucapan selamat.

Sebelum ini, kami di Kotenwalang hampir setiap hari ada bunyi musik Ulang Tahun yang sesungguhnya menghabiskan juga biaya serta paling tidak meneguk  Arak Koten yang menjadi top branding  di pasaran lokal. Orang Koten tidak seperti dulu lagi. Mereka tidak lagi behura-hura hanya karena Ulang Tahun. Hal ini hanya menghabiskan waktu, biaya, dan tenaga tanpa ada penyeimbang pengeluaran.

                Hari ini 11 September 2024, saya berulang tahun dan baru  terasa yang bahwa saya berulang tahun. Saya tak pernah memperhatikan hal-hal semacam ini. Sesungguhnya teman-teman di media sosial menyadarkan saya bahwa saya memang berulang tahun. Ternyata ucapan selamat mengalir dengan deras hampir tak ada waktu untuk menjawab semua ucapan itu. Tapi begitulah, bahwa Pastor adalah seorang Public Figure. Saya akhirnya menyadari bahwa apakah saya lebih mementingkan public atau memelihara figure. Apapun derasnya ucapan tetapi saya harus  berusaha untuk menjawab semua ucapan mulai dari yang terbesar sampai pada yang terkecil. Saya harus menghargai mereka yang telah meluangkan waktu, mengeluarkan dana pulsa untuk mengucapkan selamat.  Menyapa secara pribadi akan sangat menyentuh secara  personal, dari hati ke hati, bahkan membangun persaudaraan yang paling akrab meskipun belum pernah bertemu.

                Saya akhirnya harus membuka Alkitab apakah ada kata-kata yang berhubungan dengan hari Ulang Tahun. Ternyata ada 75 ayat Kitab Suci yang berbicara tentang  Hari Ulang Tahun. Barangkali beberapa ayat ditampilkan di sini untuk merenungkan peristiwa kelahiran.

Amsal 3 : 16 “Umur panjang ada ditangan kanannya, ditangan kirinya kekayaan dan kehormatan.”

Mazmur 71 : 6-8 “Kepada Engkaulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau selalu ku puji-puji. Bagi banyak orang aku seperti tanda ajaib, karena Engkaulah tempat perlindunganku yang kuat. Mulutku penuh dengan puji-pujian kepadaMu dengan penghormatan kepadaMu sepanjang hari.”

Pengkhotbah 3 : 11“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”

Pengkotbah 11 : 8“Oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya, tetapi hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, karena banyak jumlahnya. Segala sesuatu yang datang adalah kesia-siaan.”

Hari Ulang Tahun ternyata di sana Tuhan memberikan “titik hidup” untuk saya dan sejak itu saya hidup untuk menghitung hari-hari hidup mulai dari detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun. Hari-hari hidup diisi dengan lakon-lakon yang dipertontonkan kepada public tentang siapakah saya. Bisa saja, waktu kecil mungkin saya hanya mengisi hari-hari hidup dengan menangis sehingga orang orang mengatakan: waktu kecil dia tukang menangis. Akhirnya saya menyadari bahwa seluruh rangkaian hidup harus dianasir dengan lakon-lakon yang dipertontonkan kepada Tuhan dan kepada public. Rekaman-rekaman lakon itu akan senantiasa tercopy  dan terpampang secara  pribadi dan secara  public. Tak seorangpun mampu mendelete semua lakon itu.

Akhirnya saya menyadari bahwa sudah 55 tahun melakoni hari-hari hidup saya. Ini merupakan sebuah waktu yang panjang bagi saya untuk mereff Kembali lakon-lakon itu. Hidup ini memang istimewah yang diberikan Tuhan dan harus bersyukur kepada Yang memberikan hidup itu. Meskipun hari-hari hidup lebih banyak susahnya tetapi justru dalam  kesusahan ada kebahagiaan yang lebih mulia daripada kebahagiaan yang terlihat secara kasat mata. Tuhan justru menyembunyikan Mutiara di dalam kesusahan. Terkadang saya jatuh dan terus jatuh dalam kesalahan tetapi ternyata Tuhan memanggil Kembali sebagai anak kesayangan-Nya. Sudah 55 tahun berlalu, waktu terus berjalan, lakon hidup harus dilanjutkan hanya aku berharap padaMu Tuhan agar Engkau membuat segala sesuatu indah pada waktunya.

Kamis, 15 Agustus 2024

RENUNGAN HUT KEMERDEKAAN RI KE 79

 Inspirasi 

Bacaan Matius 22:15-21

Oleh: Patrisius Dua Witin, CP



Saling serang menyerang antara Yesus dengan orang Farisi bukanlah hal baru. Contonya, Yesus datang membersihkan Bait Suci dari ketamakan mereka, mengundang kemarahan (Matius 21:12-12), mengecam mereka seperti pohon Ara yang tidak menghasilkan apa-apa tentu membuat mereka sakit hati (21:18-22), menentang otoritas-Nya (21:23-27) dan serangkaian perdebatan lainnya yang berakhir dengan kekalahan orang-orang Farisi.

Karena itu, mereka berkoalisi antara orang Farisi dan  orang Herodian untuk menjegal Yesus dengan pertanyaan jebakan. Pada kenyataannya orang Herodian dan orang Farisi saling bermusuhan tetapi kali ini, para musuh  membentuk koalisi baru untuk melawan Yesus. Ini yang disebut dengan Koalisi iblis dengan mengutus agen-agen ketamakan untuk mengajukan pertanyaan jebakan kepada Yesus. Mereka mulai dengan kata-kata  manipulatip yang telah dibungkus dengan rayuan dan sanjungan. Guru, Engkau seorang yang jujur, Engkau mengajarkan jalan Allah,  Engkau tidak mencari muka. Katakanlah pendapat-Mu: Bolehkah membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Perlu diketahui bahwa ada dua jenis pajak yaitu pertama, pajak pemungutan suara atau pajak kepala, kapitalisasi pajak yang diatur menurut setiap orang yang sudah dewasa dan kedua adalah pajak cukai adalah pajak yang dikenakan negara pada barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu misanya, cukai eksport dan import, cukai rokok, cukai semen, dan lain-lain. Jadi orang membeli barang langsung dengan harga membayar membayar pajak.

Membayar Pajak kepada Kaisar yang dimaksudkan adalah pajak pemungutan suara yang uangnya langsung diserahkan kepada Kaisar untuk urusan Kerajaan. Jika Yesus menghasut orang untuk tidak membayar pajak berarti Ia melawan kaisar dan itu harus diseret dan dihukum. Begitupun siapa yang menggelapkan pajak eksport dan import maka adakan diseret ke penjara. Yesus menjawab pertanyaan mereka dengan jebakan. Tunjukkanlah kepadaku mata uang untuk pajak itu dan mereka membawa 1 Dinar kepada Yesus. (Catatatan 1 Dinar setara dengan $100 atau setara dengan kurang lebih Rp. 1.400.000 dan itu cukup untuk upah satu hari kerja. Bayangkan upah satu hari kerja pada waktu itu hampir setara dengan UMR di Indonesia pada saat ini). Dalam koin satu Dinar terdapat gambar dan tulisan Kaisar maka Yesus menjawab dengan gampang, berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada  Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.

Berkenaan dengan HUT KEMERDEKAAN RI KE 79 dan Ketika berhadapan dengan situasi akhir-akhir ini yakni proses Pilpres dan pemilihan para Kepala Daerah serentak maka bacaan di atas sesungguhnya menjadi gendrang peringatan bagi mereka yang masih memiliki naluri kebangsaan atau bisa jadi menjadi gendrang kematian demokrasi di Indonesia. Di Tengah perayaan besar HUT Kemerdekaan RI ke 79, para elit Partai sibuk menjalin koalisi bahkan  yang bermusuhan juga membentuk koalisi apapun namanya asal bukan koalisi iblis. Para elit Partai mulai menebarkan statement yang berisi  jebakan-jebakan yang pada gilirannya, wartawan mulai menggoreng ke sana kemari untuk membingungkan para wajib pajak pemungutan suara.

Kaisar indentik dengan kekuasaan. Presiden identik dengan kekuasaan. Segala-galanya bisa diatur, dijinakan, disanjung, dijebak, dilawan, dijegal, dipenjarakan, dihukum, bahkan bisa dibunuh atas dasar kalau dia mau atau kemauan keluarga. Kita tahu Yohanes Pembatis dipenggal lehernya dalam penjara hanya karena kemauan istri dan anak Herodes. Bukankah itu sesuatu yang sangat sadis. Kekuasaan bisa berubah menjadi sadis tanpa prikemanusiaan dan gonjang ganjing persoalan kematian Vina dan Eky adalah bagian dari kekuasaan yang gelap itu. Kaisar mengatur pajak pemungutan suara maupun pajak cukai eksport dan import untuk memperkuat kekuasaannya sementara para wajib pajak cukup disanjung dengan bantuan sosial.

Pertanyaan kita adalah dengan HUT KEMERDEKAN RI Ke 79  apakah kita semakin Merdeka ataukah kita semakin terbelenggu? Para wajib pajak adalah salah satu asset bangsa yang dipelihara, dijaga, dan dirawat untuk melanggengkan kekuasaan orang-orang tertentu. Para wajib pajak hidup terkungkung dan menjadi orang asing di negeri sendiri.  Mereka bukan pemilik dan pewaris bangsa ini.

 


Sabtu, 10 Agustus 2024

PAPUA, TANAH BELIMPAHKAN SUSU DAN MADU

 Catatan Perjalanan

Patrisius Dua Witin, CP



Tulisan ini merupakan sebuah refleksi singkat setelah sebulan menjelajahi tanah Keerom, Jayapura, Abepura, Sentani, Kota Raja, Mahadi, Entrop, Tanah Hitam, Holandia, Koya, Skow dan sekitarnya sekaligus melintasi Jembatan Merah, Danau Sentani dan  Gor Lukas Enembe yang menjadi ikon kebanggaan orang Papua. 

Siapapun dan orang manapun yang telah menginjakkan kakinya di tanah ini, mereka akan bangga dan  menyatakan dirinya “AKU PAPUA”. Kebangggaan ini sebagai ungkapan terdalam ketika orang telah menyatu dengan alam, menghirup kesegaran udara kota dan desa, menyatu dengan budayanya, menyatu dengan makanan khasnya “Papeda dan kua ikan segar, petatas, keladi, bete, dan lain-lain”.  Di tanah ini, kita akan menikmati ikan Mujair terbesar dari danau Sentani, tikus tanah, kanguru, dan lain-lain. Kisah kisah ini hanya berkisar di lingkaran kota. Ketika anda bergerak sedikit ke dalam seperti Wamena, Timika, Merauke, Yawaruf, Intan Jaya, Biak, Sorong, Nabire, Bovendigul, Asmat, dan lain-lain, anda akan dengan sendirinya menyatakan bahwa “TANAH PAPUA, TANAH BELIMPAHKAN SUSU DAN MADU”.

Oleh karena itu, kebanyakan orang, khususnya para pemilik modal dalam negeri dan terutama pemilik modal asing,  para pejabat negara sampai pada para kuliner bekerja keras menanamkan jasa-jasanya di tanah ini untuk memanen dan menikmati susu dan madu. Sulit untuk merekapitulasi barang-barang tambang terutama emas yang terpendam dalam tanah yang sampai hari menjadi gonjang ganjing perbincangan di kalangan elit dalam dan luar negeri bahwa siapa sesungguhnya sang pemilik kekayaan ini. Peristiwa perang, pembunuhan, pemberontakan KKB dan lain-lain mungkin saja  merupakan rentetan dari ketidakadilan akan penguasaan tanah yang berlimpahkan susu dan madu.

Barangkali kita kembali pada akar dari semua perintiwa ini bahwa  satu-satunya sang pemilik tanah ini adalah “TUHAN” sebagai sang pencipta. Dan yang kedua adalah “Orang Papua” yang telah lahir, tumbuh dan berkembang di tanah ini. Mereka adalah sang pemilik warisan alam, budaya, adat istiadat, dan biarkanlah mereka menjadi dirinya sendiri seperti  semulah yang dikehendaki oleh Tuhan.

Sabtu, 15 Juni 2024

KERAJAAN ALLAH, APAKAH UTOPIA?

 

Refleksi

Minggu Biasa XI Tahun B

Patrisius Dua Witin, CP


Injil Markus 4:1- 41 menempatkan 4 metafora sekaligus yakni tentang penabur, pelita di bawah gantang, Benih yang tumbuh, dan tentang biji sesawi.  Semua metafora ini dimaksudkan untuk semua orang tetapi pada bagian tertentu, kepada para rasul-Nya, Yesus memberikan penjelasan tambahan. Potongan Injil hari ini dalam bab yang sama menempatkan sekaligus 2 metafora dalam liturgi kita Minggu biasa XI Tahun B. Kedua perumpamaan hari ini tidak mendapat penjelasaan tambahan dari Yesus sendiri. Diharapkan agar para pendengar mampu menafsirkan maksud perumpamaan tersebut. Semua perumpamaan  ini bertujuan untuk memberi penekanan bahwa betapa pentingnya  KERAJAAN ALLAH. Tentu saja  kedua perumpamaan ini menjadi fokus perhatian kita pada Minggu ini.       

Bagian pertama adalah tentang menabur benih. Ini merupakan metafora yang paling unik dalam Injil Markus. Menabur benih sesungguhnya sangat tidak menguntungkan karena bisa saja benih itu jatuh pada tanah yang tidak diinginkan petani. Hal ini sangat berbeda dengan benih yang ditanam karena pasti petani memilih tanah yang subur, gembur, banyak air sehingga menghasilkan buah berlimpah. Yesus tetap mempertahankan ide perumpamaannya yaitu “Kerajaaan Allah seumpama orang yang menaburkan benih di tanah”. Uniknya bahwa malam hari ia tidur, siang hari ia bangun. Benih itu kemudian mengeluarkan tunas. Bagaimana itu terjadi, petani sama sekali  tidak tahu. Yang ia tahu adalah musim panen sudah tiba.

Saya teringat ketika bersama dengan seorang misionaris Italia bekerja di sebuah Paroki di pedalaman Kalimantan untuk melayani 71 stasi dengan jumlah umat 19.000 jiwa. Ini sangat mustahil untuk menjaga dan merawat umat sebanyak itu. Beliau katakan kepada saya pergilah dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus karena Tuhan sendirilah yang menjaga dan merawat sampai menghasilkan buah. Saya sangat percaya akan kata-kata ini dan benar hasilnya sungguh sangat memuaskan karena sekarang kita boleh memetik hasil. Paroki-paroki besar itu sama sekali tidak  terlantar bahkan umat semakin maju dalam hidup imannya. Kerajaan Allah diumpamakan seperti itu. Bagaimana mereka bertumbuh dan berkembang, pekerja tidak mengerti bahkan tidak tahu menahu tentang itu.  Yang saya tahu adalah sekarang sudah berkembang dan menghasilkan buah. Banyak orang yang saya baptis juga telah menjadi suster dan pastor.

Bagian kedua dari metafora ini adalah tentang “biji sesawi”. Standar ukuran terkecil untuk semua jenis benih pada saat itu adalah biji sesawi. Pada metafora ini yang dipersoalkan bukan pertumbuhan benih melainkan soal ukuran besar dan kecil benih yang memiliki daya tumbuh yang besar sampai burung-burungpun bersarang di sana. Kerajaan Allah diumpamakan seperti biji sesawi. Pada mulanya dianggap reme, kecil, tidak diperhitungkan dalam dunia pertanian tetapi hasilnya di luar dugaan bahwa biji terkecil itu bisa mengalahkan biji-biji besar.

Bagi saya orang Indonesia, biji sesawi barangkali tidak cocok untuk  dijadikan perumpamaan karena sangat kontras dengan pengalaman dunia pertanian di Indonesia. Jika biji sesawi yang dimaksudkan adalah sayur sawi maka sangat mustahil burung-burung bersarang di sana. Mungkin metafora biji sesawi dalam konteks indonesia yang bisa menjawab adalah biji pohon beringin. Tak seorangpun membuat pembibitan pohon beringin dari biji pohon beringin kecuali dengan mengokulasi. Kita tak pernah melihat biji pohon beringin menempel di batu dan kemudian tumbuh dan berkembang pada batu-batu besar ataupun di pohon-pohon besar. Yang kita tahu adalah ada pohon beringin di situ dan bertumbuh sangat pesat sampai burung-burungpun menetap di sana. Mustahil tetapi itulah terjadi. (Saya tidak bermaksud untuk mempolitisir metafora biji pohon beringin dengan partai Golkar yang berlambangkan pohon beringin  karena bukan itu maksud saya). Yang saya maksudkan adalah soal biji kecil yang disamakan dengan Kerajaan Allah dalam konteks Indonesia.

Ketika saya datang pertama kali di Kotenwalang  untuk memulai paroki ini, bagi saya ini mustahil. Jalanan yang sangat parah, betahun-tahun kami hidup dengan pelita tanpa ada penerangan listrik, tak ada jaringan telpon, tak ada WIFI, tak ada internet, yang saya tahu adalah ada manusia hidup di sana. Ini seolah-olah dipaksakan untuk menjadi sebuah paroki.  Bagi saya yang setia hidup di sana adalah sebuah mujizat karena selang beberapa tahun saja, jalanan diaspal, listrik negara juga masuk, tower-tower jaringan internet dipasang.

Inilah Kerajaan Allah yang diumpamakan dengan biji sesawi. Dulu yang dianggap kecil, terbelakang, tidak diperhitungkan, kini berkembang dengan sendirinya. Tuhan memberikan daya dobrak yang sangat pesat pada biji-biji kecil untuk menghasilkan sesuatu yang besar.

Persoalannya: Beranikah anda bertaruh dengan pengalaman-pengalaman iman seperti ini? Ataukah saya lari dari semua persoalan iman karena masih memperhitungkan soal untung rugi? Ketika anda masih bergulat dengan kalkulasi untung rugi Kerajaan duniawi, Tuhan sudah menetapkannya dan menghasilkan buah. Itulah Kerajaan Allah yang sesungguhnya.

 

 

Senin, 27 Mei 2024

UANG ADALAH ALAT KESELAMATAN TUBUH

 

Patrisius Dua Witin,CP

Refleksi 

“Economia Salutis Versus Salus  Per Economiam”

 

 

Ada sebuah canda ringan di saat pertemuan keluarga, teman saya mengatakan kepada kakek dan neneknya yang sudah tua renta bahwa jika kakek dan nenek ini dijual dengan harga murah, orang tak mungkin mau membelinya. Lain halnya dengan seorang bapak yang tidak pernah ke gereja bertahun-tahun dan pada saat saya bertemu dengannya, ia mengatakan bagaimana mungkin kami berdoa dengan baik jika perut kami sedang meronta kelaparan. Agak berbeda dengan seorang pemuda yang saya memintai bantuannya, beliau langsung bercanda dengan istilah Jawa, “wani piro”.  Bagi saya, canda-canda ini menghasilkan sebuah renungan panjang untuk menilai ekonomi modern yang perlahan-lahan akan mengubah peradapan manusia untuk menjadikan uang sebagai satu-satunya alat keselamatan bagi dirinya. Segala-galanya diukur menurut nilai mata uang termasuk tubuh manusia yang disebut mulia karena serupa dengan gambar wajah Allah.

Bernardo Pѐrez Andreo, teolog Amerika Latin dalam artikelnya “Economia Salutis Versus Salus  Per Economiam” mengatakan bahwa uang adalah idola (Yunani: Ƹȉδωλον = eidolon) yang tidak hanya menentukan nilai barang dan jasa tetapi termasuk οmanusia dinilai menurut mata uang. Uang bukan alat trasaksi yang sederhana tetapi lebih dari itu adalah asuransi jiwa bagi sang pemilik dan itu adalah kekuatan sucinya. Kita tahu bahwa sejak abad ke-15, uang telah menjadi Tuhan yang profan, dia adalah dewa palsu, berhala, dan bahkan tersimpan banyak akar kejahatan.

Pemilu tahun 2024 di Indonesia berakhir dengan kegaduhan di MK yang juga melibatkan saksi ahli yakni sang filsuf Etika  Rm. Frans Magnis Suzeno justru mengingatkan kepada saya betapa besarnya kemahakuasaan uang untuk dapat membeli penggelapan kekuasaan, hukum, konstitusi, etika dan moral. Oleh karena itu, uang tentu akan menjadi alat keselamatan bagi tubuhnya (salus per economiam) dan bukan bagi jiwanya. Barangkali ini merupakan sebuah perubahan peradapan baru yang secara sistemik menggerus fundasi realitas kemanusiaan kita yang paling mulia yakni tatanan  proyek keselamatan (economia salutis) sebagaimana yang tertuang dalam LG. 9. Oleh karena itu, dibutuhkan kehati-hatian ketika memasuki area “ekonomi politik” agar tidak terjerumus dalam praktek penyimpangan di atas. Menurut St. Thomas Aquinas, Kehati-hatian adalah seni membedakan yang baik dari yang jahat misalnya dalam bidang ekonomi dan politik, kehati-hatian diperlukan untuk membedakan yang baik dari yang jahat dalam penyelenggaraan umum. Oleh karena itu Thomas Aquinas memperingatkan bahwa kekayaan mengacuh pada kehati-hatian ekonomi sebagai sarana dan bukan tujuan. Cara untuk memperoleh kekayaan harus tunduk pada kebenaran dan kebajikan. Memperoleh kekayaan dalam penyelenggaraan pemilu 2024 di atas tentu merupakan kontra produktif dari teori kehati-hatian ekonomi politik karena secara nyata melabrak kebenaran dan kebajikan.

Pada zaman ini, mungkin diperlukan  mujizat metanoia untuk meruntukan peradapan baru yang sedang dibangun secara sistemik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Persolannya apakan ada mujizat seperti itu? Ini merupakan persoalan yang sama seperti seekor Unta melewati lubang jarum. Uang bukankanlah dewa, Tuhan profan, idola, melainkan sarana untuk mencapai kehidukan kekal. Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar dan kepada Allah yang menjadi Hak Allah. Kehati-hatian adalah filter untuk mencapai kebenaran dan kebajikan yang tentunya akan menjadi asuransi  akhir hidup. Asuransi yang tak dapat binasa, yang tak dapat cemar, dan yang tak dapat layu, yang tersimpan di surga bagi kalian (1 Petrus 1:4). Mujizat metanoia akan memungkinkan setiap orang untuk melewati lubang jarum tetapi biarkanlah kesedihan orang-orang yang tidak ingin mengikuti Yesus karena terikat dengan hartanya yang banyak. Karena  bagi kita sebagai pengikut Kristus, “SALIB ADALAH ALAT KESELAMATAN KEKAL” yang tidak hanya menyelamatkan tubuh melainkan menyelamatkan jiwa dan raga. 

Kamis, 16 Mei 2024

ALIRAN AIR HIDUP

 

REFLEKSI

Hari Raya Vigili Pentakosta Tahun B

Injil Yohanes 7:37-39

RP Patrisius Dua Witin, CP

 

Perayaan Vigili Pentakosta kurang mendapat perhatian dari Umat, karena semua diarahkan pada hari Raya Pentakosta. Baiklah dalam refleksi kali ini, kami mencoba membuat refleksi dari Injil perayaan Vigili Pentakosta Tahun B sehingga bagi umat yang mengikuti Hari Raya Vigili Pentakosta mengambil bagian dalam refleksi ini.

Semoga bermanfaat.

 

Pentakosta senantiasa mengingatkan kita pada peristiwa heroik yang dialami oleh para rasul ketika Roh Kudus turun di atas mereka dalam bentuk gemuru angin dan lida-lida api bertaburan di atas kepala mereka. Pada saat yang sama mereka juga mampu berbicara dalam berbagai bahasa (Kis 2:1-11).  Inilah bacaan wajib yang harus dibacakan pada hari raya Pentakosta. Tentu tidak ada salahnya jika saya mengarahkan perhatiaan kita pada Injil Vigili Pentakosta yang secara resmi termuat dalam rubrik Liturgi kita.

Yesus membuka kalimatnya dalam Injil hari ini berbunyi demikian “Barang siapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum” (Yoh, 7:37). Seorang ahli Kitab suci mengatakan bahwa kalimat ini layak digarisbawahi dengan tinta emas karena kata-kata Yesus berisi undangan untuk datang kepadanya agar minum pada sumber air yang mengalirkan kehidupan. Sebagaimana Dia mengatakan dirinya sebagai Roti Hidup (Yoh 6: 35,48,52) demikian juga Ia mengatakan diri-Nya sebagai Air Hidup. Orang akan merasakan, ketenangan, kedamaian, kesejukan, lepas bebas dari beban-beban hidup ketika mendengarkan firman ini.

Kata-kata sakral yang diucapkan oleh Yesus di atas bertepatan dengan hari terakhir perayaan Hari raya Pondok Daun (ay 37).  Hari Raya Pondok Daun juga disebut dengan festival syukur panen. Mungkin disamakan juga seperti hari raya Gawai Adat Suku Dayak di Kalimantan (upacara makan padi baru), mungkin juga seperti orang Lamaholot membuat ritual “rekan taang wuung, atau juga seperti orang Lamalera pada ritual Leva setiap tanggal 1 Mei.  Dua sejarahwan Yahudi terkenal yaitu Josephus mengatakan bahwa Hari raya Pondok Daun adalah hari raya Paling Suci, terbesar dan Sakral di Israel dan Alfred Enderheim menulis bahwa Hari Raya Pondok Daun adalah Hari Raya yang paling menggembirakan di Israel. Banyak ulasan tentang perayaan ini bahkan ditulis serinci mungkin mengenai tata cara perayaan Pondok Daun tetapi bagi kita, cukuplah mengetahui beberapa hal  penting saja yang dapat membantu kita untuk merenungkan firman Tuhan hari ini.

Hari Raya Pondok Daun dirayakan selama 7 hari berturut-turut dan semua penduduk asli Israel harus keluar dari rumahnya dan tinggal di pondok-pondok selama 7 hari. Dengan demikian mengingatkan kepada semua generasi Israel tentang pengalaman bagaimana TUHAN membawa nenek moyangnya keluar dari Mesir dan tinggal di pondok-pondok selama 40 tahun. Simbol utama dalam perayaan ini adalah air untuk mengingatkan generasi Israel bahwa TUHAN telah memberi mereka air yang  keluar dari batu wadas selama mengembara di padang gurun selama 40 tahun. Pada hari terakhir bertepatan dengan tata ritual yakni air diambil dari kolam siloam dengan kendi emas oleh para imam dan dihantar ke bait Allah, Yesus tampil memukau dengan kalimat-Nya:  “Barang siapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum” (bdk Yoh 4:10.13-14). Ritualisasi dalam konteks Perjanjian Lama kini diubah oleh Yesus sebagai penggenapan Perjanjian Baru dalam diri-Nya yakni sebagai sumber air hidup. Air tidak lagi mengalir keluar dari dalam batu-batu wadas (PL) melainkan air keluar dari hati Yesus  yang akan memberikan kehidupan kekal (PB).  Yang dimaksudkan oleh Yesus adalah Roh yang akan diterima oleh semua orang yang percaya pada-Nya (ay. 39).

Roh Kudus tidak hanya berefek heroik sebagaimana yang dialami oleh para rasul ketika Roh Kudus menaungi mereka. Roh Kudus tentu mengalir seperti air hidup yang memberikan kesejukan, kedamaian, keamanan, dan ketenangan bagi semua orang yang percaya pada-Nya. Kita telah menerima Roh Kudus tentu akan mengalirkan air hidup yang sama kepada orang lain agar mereka juga mendapatkan kesejukan, ketenangan dan kedamaian. Pernahkah saya datang kepada Yesus untuk menimbah air hidup? Pernakah saya mengalirkan air hidup kepada sesama sebagaimana Yesus mengalirkan air hidup dari hati-Nya untuk keselamatan semua orang? Ataukah saya mengalirkan air kotor, air limbah, air busuk  yang dapat menimbulkan sakit dan penyakit pada orang lain?

 



Selasa, 14 Mei 2024

BERJALAN BERSAMA TONE MENUJU DESA DEFINITIF

 

Hari ini Tanggal 14 Mei 2024, pejabat Bupati Flores Timur meresmikan Tone sebagai desa persiapan dengan nama Patisira Walang II. Saat yang sama PJ Bupati melantik Bapak Tonce Karwayu sebagai Pejabat sementara selama satu tahun untuk mempersiapkan desa  persiapan menuju desa definitif.

Masyarakat desa se wilayah Paroki Kotenwalang bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dan kepada Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten dan terutama kepada bapak Camat Tanjung Bunga yang telah bekerja dan menerima permohonan Masyarakat Tone. Tuhan memberkati. Dan Selamat Datang bapak Tonce Karwayu untuk mengabdi di tanah Patisira Walang II. 


Sabtu, 11 Mei 2024

DOA LOGOS VERSUS KOSMOS

 

REFLEKSI MINGGU PASKAH VII TAHUN B

INJIL YOHANES 17:11b-19

RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Sejak abad ke enam belas, diakui bahwa potongan Injil hari ini adalah bagian sentral “doa Yesus sebagai Imam Agung” yang dilayangkan langsung kepada Bapa-Nya. Ini merupakan salah satu bentuk komunikasi Yesus dengan Bapa-Nya melalui doa  (Hari Komsos sedunia). Doa ini dipanjatkan menjelang Yesus beralih dari dunia ini dan ketika itu para Rasul tak lagi bersama dengan Yesus. Ini merupakan bagian dari keraguan Yesus ketika para rasul masih berada di dunia (kosmos) sementara Yesus tidak lagi berada di dunia. Mengingat kedalaman nilai teologis doa Yesus  dalam teks ini, maka setiap orang pasti mempunyai daya nalar yang berbeda-beda untuk menangkap inti sari nilai teologis yang terkadung di dalamnya. Karena itu, ada seorang ekseget mengatakan bahwa ini merupakan doa Logos versus kosmos.  Bagi saya, hal ini sangat menarik untuk dijadikan tema refleksi Hari Minggu Paskah VII karena muncul hal baru yang sedikit berbeda dari biasanya. Barangkali, kita mencoba menggali lebih dalam teks doa Yesus dalam Injil hari ini yang akan mengarahkan kita pada tema:  doa logos versus kosmos atau diberi arti lain dari maksud ini adalah doa Sang Sabda (Logos) untuk melawan kejahatan dunia.

Pertama-tama kita harus meyakini bahwa Yesus adalah Sang Logos yang ditulis oleh Yohanes sejak awal Injilnya  yaitu Firman  itu adalah Allah (Yoh, 1:1) dan Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Sang Logos itu berdoa, Ya Bapa yang Kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu (Yoh 17:11).  Para ekseget berulang kali melihat kembali perbedaan terjemahan untuk menemukan hal baru dalam ayat ini.  Tetapi bagi kita yang terpenting adalah bahwa Yesus, Sang Logos meminta kepada Bapa-Nya yang Kudus  agar para rasul senantiasa dipelihara, dijaga, disimpan dalam nama-Nya karena Yesus tidak lagi ada di dalam dunia (kosmos) tetapi para rasul masih ada di dalam dunia. Dunia (Yunani: Kosmos) yang dimaksudkan adalah keadaan di mana keharmonisan yang telah dihancurleburkan oleh manusia pertama sejak di kebun Eden (Kej. 3:1-24). Ketamakan manusia yang sulit dikompromi ketika mereka melahap buah dari pohon yang dikramatkan oleh Tuhan (Kej. 3:6). Keadaan di mana manusia haus akan kekuasaan untuk menyamakan dirinya dengan Tuhan (Kej. 3:5). Keadaan di mana muncul persaingan manusia untuk mengejar mamon. Dan para rasul akan mengawali misi-Nya di bumi dengan menghadapi  pandemi keserakan akan kekayaan dan kekuasaan yang sedang merajalela. Manusia kosmos penuh rasa curiga, takut, cendrung mengindar ketika manusia logos hadir karena akan terungkap semua kesenangan manusia kosmos dalam lorong-lorong kejahatan. Para rasul menghadapi kuasa-kuasa dunia dengan konsekuensi dari itu adalah ditolak, dibenci, dihina, bahkan mereka sendiri mengorbankan nyawanya. Yesus telah mengalami semua perinstiwa ini, karena itu, Dia berdoa kepada bapa-Nya yang Kudus untuk memelihara para rasul dalam nama-Nya.

Untuk menghadapi semua tantangan ini, Yesus menghendaki agar para rasul  menjadi Kudus. Yudas sudah jatuh karena tidak memelihara kekudusan maka Yesus meminta bapa-Nya untuk memelihara kekudusan para rasul dalam nama-Nya.  Inilah yang menjadi aspek penting ketika para rasul bersaksi tentang kebenaran, kekudusannya itu akan menyinari dunia agar manusia kosmos menjadi manusia logos. Baru-baru ini dunia melihat dengan jelas kesaksian RP. Franz Magnis Suseno di persidangan MK tanpa ada rasa takut karena beliau dipelihara oleh Bapa Yang Kudus. Apapun kebenaran kesaksian itu diungkapkan akan tetapi belum tercipta persatuan antara Logos dengan manusia kosmos. Oleh karena itu, dalam doa ini, Yesus menghendaki agar terciptalah persatuan antara manusia logos dengan manusia kosmos sama seperti Bapa-dan Logos bersatu (persatuan hipostatis).

Egosentrisme manusia kosmos masih sangat kuat. Manusia adalah pusat segala-galanya  cendrung terpelihara dalam diri setiap orang. Pekan doa persatuan umat Kristen di seluruh dunia terus dilayangkan tetapi hasilnya belum memadai adalah bukti dari kecendrungan itu. Masih ada banyak perpecahan dalam kelompok kelompok kecil seperti di KBG, stasi, Paroki, dan komunitas lainnya bagaikan menyimpan bara dalam sekam yang kapan saja akan menyala dan membakar seluruh persatuan yang dibangun sejak semula. Pernahkah saya berdoa dan menjaga persatuan itu? Atau saya adalah orang yang pertama memotori perpecahan dalam gereja, kelompok dan lain-lain. Apakah saya mengejar kekudusan untuk memberi kesaksian yang benar agar dunia percaya pada logos? Ataukah saya berkolaborasi dengan manusia kosmos, menjaga dan memelihara kesenangan bersama dalam lorong-lorong kejahatan.

Rabu, 08 Mei 2024

PERGILAH KE SELURUH DUNIA, BERITAKANLAH INJIL

 

HARI RAYA KENAIKAN

TAHUN B

REFLEKSI INJIL MARKUS 16:15-20

RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

 

Para ahli Kitab Suci cendrung bersepakat bahwa  Injil hari ini merupakan bagian yang bukan asli dari Markus. Injil Markus  sesungguhnya ditulis hanya sampai pada Markus  16:8 selanjutnya ayat 9-20 merupakan tambahan kemudian dan ini terlihat jelas dari perbedaan gaya bahasa dengan asli tulisan Markus. Selain itu,  bagian ini tidak ditemukan dalam manuskrip tertua, padahal Injil Markus justru yang paling awal ditulis sekaligus menjadi referensi bagi penginjil lainnya. Meskipun beberapa ahli Kitab berpendapat demikian tetapi bagi orang Katolik, potongan Injil ini penting karena menjadi bacaan utama dalam liturgi suci, Hari Raya Kenaikan. Terjemahan modern seperti NRSV (New Revised Standard Version) dan NAB (New American Bible)  menempatkan teks ini pada porsinya dengan catatan-catatan yang panjang. Konsili Trente (1546) akhirnya memasukan ayat-ayat ini  dalam Kanon Katolik. Selain itu, Leksionaris Katolik Roma justru menempatkan  teks Mark 16:15-20  pada Hari Raya Kenaikan tahun B. Oleh karena itu, berkenaan dengan hari Raya Kenaikan, kita mendalami teks ini untuk memperkaya hidup iman kita.

Saya akan memulai dengan istilah Yunani  εὐαγγέλιον (euangelion) yang akrab digunakan dalam kalangan orang Kristen adalah “kabar baik”.  Secara etimologis Istilah kabar baik sejajar dengan kata “Injil”.  Jadi Injil adalah Kabar Baik. Yesus membuka kata-katanya dalam injil  hari ini dengan kalimat “PERGILAH KE SELURUH DUNIA, BERITAKANLAH INJIL” (Mark, 16:15). Selain perintah ini ditujuhkan kepada para Rasul, teks ini kemudian dipakai sebagai pedoman utama para misionaris untuk pergi ke seluruh dunia, memberitakan Injil kepada segala makhluk. Jika kita paralelkan dengan Injil Matius 28:16-20 maka ada beberapa point penting yang akan menjadi catatan utama kita  adalah

1.       Pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Ku. Maksudnya bahwa para Rasul dan Misionaris pergi dan mengajar kepada semua orang agar mereka bertobat, percaya,  dan menjadi pengikut Kristus karena Yesus Kristus adalah Juruselamat bagi semua orang berdosa. Inilah yang disebut dengan “Kabar Baik” yang harus disampaikan kepada semua orang. Tidak cukup para misionaris memusatkan perhatian pada peningkatan moral, mengajarkan cara berpakaian, cara bertani, dan cara memproduksi hasil, peningkatan sanitasi dan kesehatan. Barangkali kombinasi Altar dan Pasar sangat ideal untuk dimungkinkan tetapi kemudian  misionaris bisa tenggelam dalam hiruk pikuk pasar modal. Seratus Tahun lalu Ensiklik Maksimum Ilud oleh paus Benediktus XV telah memberi signal peringatan agar Misionaris tidak jatuh pada hal sama.

2.       Pergi untuk membaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Membaptis bukan hanya secara simbolis dalam tata cara perbaptisan (liturgia) tetapi membuat manusia menjadi baru. Manusia dikuduskan dalam sebuah kehidupan yang baru. Pakaian lama dibuang dengan mengenakan pakaian baru yang menjadi simbol pengesahan menjadi Murid Kristus.

3.       Para Rasul dan Misionaris pergi  mengajar tentang Kerajaan Allah, tentang pelayanan Kristus, tentang Roh Kudus, tentang Kerajaan Surga, bukan mengajar membaca dan menulis, Geografi, Matematika, Tata Bahasa Inggris, PPKN dan lain-lain.

Seorang teman baik menyampaikan persoalannya kepada saya bahwa saya berharap para imam menyampaikan khotbah Hari Minggu bukan dengan menyampaikan kemarahan kepada umat sepanjang khotbah melainkan menyampaikan kabar gembira kepada umat. Umat  kembali dari gereja bukan penuh  dengan kekecewaan melainkan pulang dengan penuh sukacita. Barangkali ini menjadi sebuah permenungan panjang bagi sang misionaris untuk mengisi khotbah dengan pesan pesan Injil bukan pesan pesan di luar Kitab Suci. Pertanyaannya: Apakah saya telah melaksanakan perintah Yesus supaya menjadikan semua orang menjadi Murid-Ku? Atau lebih banyak menggiring orang untuk keluar dari Ajaran Yesus terutama mengarahkan mereka ke pasar dan bukan ke Altar? Pernahkah saya berpikir untuk membaptis dan membimbing orang agar  sungguh-sungguh menjadi manusia baru? Atau hanya sekedar mengadakan ritual secara simbolis? Apakah selama ini, saya mengajar tentang  Yesus kepada umat atau saya lebih senang mengajar hal-hal yang bersifat profan? Injil hari ini  menyoroti refleksi seorang misionaris dalam janji imamatnya untuk mengajar, menguduskan, dan memberi kesaksian.

BERTOBATLAH DAN PERCAYALAH PADA INJIL

Kamis, 02 Mei 2024

TINGGAL DI DALAM KASIH KRISTUS

 

REFLEKSI 

HARI MINGGU PASKAH VI TAHUN B

Injil Yohanes 15:9-17

Tanggal 05 Mei 2024

RP. Patrisius Dua Witin, CP


Jika kita konsisten dengan gagasan Minggu kemarin, maka Injil Minggu ini merupakan kelanjutan pidato Yesus dalam acara wusuda para Rasul di ruang tertutup. Pidato pengajaran ini sangat penting dan eksklusif karena para rasul bakal menempati fondasi Gereja yang tentunya akan bertahan dan berlanjut sampai hari ini. Yesus tidak lagi menggunakan metafora melainkan memberi arti terdalam dari metafora Minggu lalu yaitu “Akulah Pokok Anggur Yang Benar”. Kita tidak hanya menjadi ranting yang tinggal di dalam Kristus, hidup dari dan oleh Kristus melainkan “TINGGAL DI DALAM KASIH KRISTUS”.

 Cinta Kasih adalah sifat dan hakikat Tuhan karena itu Yohanes mengatakan bahwa “Allah adalah Kasih” (1 Yohanes, 4:8,16). Pertama-tama, Kasih Kristus kepada Bapa sehingga tak sedikitpun Ia menyimpang dari Kehendak Bapa. Ketaatan inilah yang akan menjadi kunci untuk senantiasa “tinggal di dalam Kasih-Nya”. Bagi siapapun yang tinggal di dalam Kasih Kristus akan memperoleh pengudusan yang paling progresif dan bersifat kekal. Kehidupan kekal bersama Kristus adalah maksud yang sama dari tinggal dalam Kasih Kristus.  Orang-orang yang telah dinilai suci oleh Gereja adalah contoh konkret bagaimana mereka mencapai kekudusan berkat “Tinggal di dalam Kasih Kristus”. Buah dari tinggal di dalam  Kasih Kristus adalah “sukacita”. Sukacita bukan dari dirinya sendiri melainkan datang dari Kristus sehingga sukacita menjadi penuh.

Tinggal dalam Kasih Kristus tak ada sekat yang mampu membatasinya karena itu Yesus menyebut kamu bukan lagi hamba melainkan sahabat. Tak ada rahasia tersebunyi karena segala sesuatu yang  Kudengar dari Bapa-Ku telah Kusampaikan kepadamu. Akhir dari Injil ini Yesus menegaskan sekaligus  melantik para Rasul-Nya dengan mengatakan “ Aku memilih kamu dan Aku menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah”.

Satu hal yang menarik bahwa sebanyak 31 kali dalam Injil Yohanes, Yesus mengulang kata-kata ini “ sama seperti”. Ini menunjukkan hubungan timbal balik antara Yesus dengan Bapa-Nya, hubungan timbal  balik antara manusia dengan Yesus. Misalnya “Sama seperti Bapa telah mengasihi Aku, dengan demikian aku telah mengasihi kamu.” Kwalitas nilai dari Kasih manusia diukur menurut standar Kasih Allah.  Hal inilah yang paling berisiko pada level manusia karena kadar kwalitas kasih manusia bisa berubah-ubah. Hendaklah kamu saling mengasihi sesuai dengan stadar kwalitas Kasih Allah yakni mempertaruhkan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya tentu saja hampir menjadi sebuah utopia. Hal ini hanya bisa terjadi jika manusia benar-benar tinggal dalam Kasih Kristus dan menghasilkan buah-buah yang membawah keselamatan bagi orang lain.

Persoalannya, apakah saya sudah benar-benar tinggal dalam kasih Kristus? Apakah saya termasuk orang yang menjadi sahabat Kristus? Apakah saya mengasihi sesama seperti Kristus mengasihi saya? Apakah saya termasuk orang yang dipilih dan ditetapkan Kristus untuk pergi dan menghasilkan buah? Buah-buah apa saja yang saya hasilkan untuk menyenangkan hati sesama?

Selasa, 30 April 2024

SESUNGGUHNYA AKU INI ADALAH HAMBA TUHAN

 

REFLEKSI PEMBUKAAN BULAN MARIA

1 MEI 2024

INJIL LUKAS 1:26-38

Oleh. RP. Patrisius Dua Witin, CP


Lukas adalah Satu-satunya  pengarang Injil secara konsisten dan sistematis menulis Injilnya sejak kelahiran hingga Kebangkitan Yesus. Satu-satunya penulis yang berani memecah keheningan dalam penantian panjang ketidakpastian berita kelahiran Sang Mesias (Lukas, 1:26-38). Perikop awal kelahiran Yesus  dalam Injil  ini tidak ditemukan paralelnya baik dalam Injil Sinoptik maupun dalam Injil Yohanes. Perikop ini merupakan khas dari Injil Lukas yang diduga merupakan permenungan atas dasar fakta yang mendalam. Mungkin saja ada pihak tertentu menilai miring tentang perikop ini yaitu ketidakmungkinan melibatkan peran Malaikat Gabriel. Apapun penilaian itu tetapi kita sebagai Umat yang memiliki keyakinan penuh akan memetik buah-buah kebenaran iman terutama dalam hubungan dengan kebenaran iman Maria.

Proyek penyelamatan Allah (oeconomia salutis) tidak semata-mata peran tunggal dari Allah melainkan Allah memakai peran manusia untuk ambil bagian dalam proyek besar ini. Maria adalah satu-satunya perempuan muda yang dipilih Tuhan untuk bertanggungjawab penuh atas  inkarnasi Sang Sabda (Yoh,1:14). Persoalannya adalah mengapa Maria yang dipilih oleh Tuhan? Tentu hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar karena Maria hanya seorang perempuan sederhana yang datang dari daerah terpencil, Nazareth. Keterlibatan manusia  dalam proyek Penyelamatan Allah seesungguhnya tanpa ada Verifikasi data faktual, tanpa ada kepentingan orang dalam, tanpa intervensi kekuasaan, tanpa ada test kompetensi dasar, dan lain-lain. Allah justru memakai orang-orang sederhana yang kurang diperhitungan dalam hubungan dengan golongan, ras, status sosial, dan kedudukan. Maria adalah salah satunya selain Yohanes Pembaptis, para rasul dalam hubungannya dengan kategori ini. Tanpa mengurangi argumentasi di atas, paling tidak ada semacam ujian wawancara untuk memenuhi prasyarat kesiapan dalam kerjasama Proyek Penyelamatan Allah.

Barangkali kita mencoba mengulas isi wawancara Malaikat Gabriel dengan Maria yang menjadi makna terdalam dalam perikop ini. Sepertinya tidak ada negosiasi, tidak ada diplomasi, tidak ada basa-basi, tetapi Malaikat langsung menekan pada inti pesannya yaitu “Engkau yang dikaruniai, Tuhan Menyertai Engkau” (ay 28). Maria tidak merespons dengan  jawaban apapun terhadap salam itu. Ia malahan terkejut dan kemudian menimbulkan pergolakan batin (ay 29). Kasih karunia Allah berisi point-point penting yang diberikan kepada Maria yaitu mengandung seorang anak laki-laki, menamai Dia Yesus, menjadi Anak Allah Yang Mahatinggi, menempati Tahta Daud Bapa Leluhurnya, menjadi raja atas kaum keturunan Yakub, Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (ay 30-33). Ini merupakan berita gembira penggenapan peralihan dari masa penantian perjanjian lama menuju Perjanjian baru. Bagi Maria, ini adalah mustahil terjadi tetapi bagi Allah segala sesuatu menjadi mungkin (ay 35-37). Hasil akhir wawancara singkat ini kemudian diamini oleh Maria dengan penyerahan diri total.  “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (ay 38). Sejak itu, Maria dihormati dengan berbagai gelar-gelar yang diberikan kepadanya baik secara pribadi maupun secara institusional.

Karunia-karunia diberikan  oleh Allah kepada siapapun dengan mengandaikan adanya tanggapan iman dari sang penerima.  Mungkin bagi manusia hal itu mustahil untuk mendapatkannya tetapi bagi Allah segala sesuatu menjadi mungkin. Dalam perjalanan waktu, karunia-karunia  Tuhan yang masih tersamar akan membuka kesadaran manusia untuk mengakui kebenaran iman. Hal ini mengandaikan ada kerendahan hati manusia dalam mengelolah karunia yang diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma. Pernakah anda menyadari bahwa ada banyak karunia diberikan Tuhan kepada anda? Apakah anda dengan rendah hati menanggapi tawaran-tawaran itu? Ataukah anda menolaknya dengan sombong disaat sekularisme sedang mengerogoti sendi-sendi kehidupan iman kita?  Ataukah anda akan menjawab, kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan (Luk, 17:10).

 

 

 

 

 

 

Kamis, 25 April 2024

AKULAH POKOK ANGGUR YANG BENAR

 

REFLEKSI

MINGGU PASKAH V

TAHUN B

28 April 2024

Injil Yohanes 15:1-8 

Oleh: RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Yesus mengulang kembali metafora  versi lain dalam  Injil hari ini yang diawali dengan kata “Akulah” (ego eimi). Ini adalah potongan seri lain dari kata “Ego Eimi” yang sering digunakan oleh Yesus dalam perumpamaan-Nya  yaitu “Akulah Pokok Anggur Yang Benar”. Sangat berbeda dengan metafora Minggu lalu yaitu "Akulah Gembala Yang Baik".  Kata  “Akulah” bukan sekedar permainan kata dalam seri ini  tetapi Yesus ingin menunjukan bahwa Dia adalah Tuhan dan bukan Yesus historis seperti yang dipikirkan kebanyakan orang pada saat itu. Metafora  “Kebun anggur” lazim ditemukan dalam Perjanjian Lama kemudian Yesus menggunakannya sebagai penggenapan dan penyempurnaan pada metafora yang  sama. 

Barangkali terlebih dahulu, kita mencek salah satu varian analogi  kebun anggur dalam Perjanjian Lama untuk membuka ruang pemahaman kita tentang  tema yang dimaksudkan oleh Yesus hari ini. Yesaya, 5:1-7 adalah nyanyian  tentang kebun anggur  dan yang dimaksudkan dengan kebun anggur itu  adalah Israel. TUHAN sebagai pemilik kebun anggur itu.  Jadi Kebun anggur (Israel) adalah milik Tuhan yang dijaga dan dirawat dengan sempurna sesuai dengan mekanisme dunia pertanian anggur. Sayang bahwa akhir dari proyek besar ini yaitu Israel dijaga, dirawat, diberkati TUHAN, hanya menghasilkan buah yang tidak baik. Seharusnya Israel menjadi umat pilihan-Nya menghasilkan buah kebenaran, menjadi berkat bagi semua orang di bumi tetapi justru mereka gagal menghasilkan buah yang terbaik.

Dengan latar belakang kegagalan ini, Yesus menyatakan diri-Nya “Akulah Pokok Anggur Yang Benar” dan Bapa-Ku sebagai pengelolah kebun anggur. Analogi kebun anggur yang dimainkan oleh Yesus dalam perikop ini melampaui makna yakni Israel dan semua pendengar adalah ranting pokok anggur yang akan menghasilkan buah. Mereka tidak lagi dianalogikan sebagai kebun anggur yang tidak menghasilkan buah dalam Yesaya, 5:1-7 melainkan menjadi ranting yang menghasilkan buah. “ Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Ranting menjadi bagian dari pokok anggur tetap bersatu melekat erat bukan karena rekayasa genetik seperti mencangkok, mengenten, okulasi, inseminasi, kloning atau sejenisnya.  Jadi ranting benar-benar berasal dari pokok anggur bukan sekedar tempelan.

Yohanes 15:1-8 berisi tentang pokok anggur yang benar adalah khotbah terakhir Yesus di ruang tertutup sebagai amanat perpisahan dengan murid-murid-Nya. Salah satu sumber mengatakan bahwa ini merupakan pidato Yesus dalam upacara wusuda para rasul setelah sekian lama mereka mendapat pendidikan dan pengajaran dari Yesus. Efektivitas kehidupan orang Kristiani untuk menghasilkan buah  bukan seberapa besar anda mempelajari Alkitab sampai mendapat gelar profesor, bukan pula seberapa lama dan seberapa banyak anda berdoa di dalam Gereja, bukan seberapa hebat anda menguasai pokok-pokok ajaran iman tetapi seberapa besar dan seberapa dalam anda tinggal di dalam Kristus. Para rasul sudah sekian lama tinggal di dalam Kristus dan mereka telah dan akan terus menghasilkan buah. Mereka pantas mendapat wisudah dari Yesus.

Banyak orang mengaku dirinya sebagai orang Katolik, bahkan dalam pola hidup keseharian berlaku sebagai orang Katolik fanatik, berlagak sombong seolah-olah mereka adalah satu-satunya ranting yang menghasilkan banyak buah   tetapi sebenarnya mereka tidak percaya pada Kristus. Mereka tidak berada di dalam Kristus dan Kristus berada di dalam mereka. Hidup Kristiani hanya sebuah kamuflase untuk mendapat kemudahan-kemudahan dari Gereja. Istilah Katolik KTP, Katolik Napas (Natal-Paskah), Katolik Administratip, menjadikan gereja tempat untuk berjualan demi mengeruk keuntungan adalah fenomena terbalik dari metafora yang sedang dimainkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Mereka telah kehilangan keselamatan seperti ranting-ranting kering yang sebentar lagi akan dipotong kemudian dibakar di tempat sampah.

Pada akhirnya pertanyaan  kita adalah seberapa banyak orang yang masih tersisa di ruang tertutup itu. Yang pasti Yudas sudah tak ada lagi dalam acara wisuda para rasul. Ruang-ruang terbuka terus menampilkan gegap gempita idelisme pertumbuhan dan perkembangan komunitas iman. Tidak kurang dari itu rumusan-rumusan tujuan, visi, dan misi bertebaran di setiap lembaga gereja. Adu program terbaik untuk mewujudkan semua vision dan mision. Tetapi pada akhirnya seberapa banyak orang Kistiani yang masih tersisa di ruang tertutup yang tinggal di dalam Yesus dan menghasilkan buah? Dan seberapa banyak orang Kristiani yang diwisudahkan oleh Yesus pada saat itu? Apakah Saya termasuk dalam daftar orang yang diwisudahkan oleh Yesus?