Senin, 29 April 2024

SESUNGGUHNYA AKU INI ADALAH HAMBA TUHAN

 

REFLEKSI PEMBUKAAN BULAN MARIA

1 MEI 2024

INJIL LUKAS 1:26-38

Oleh. RP. Patrisius Dua Witin, CP


Lukas adalah Satu-satunya  pengarang Injil secara konsisten dan sistematis menulis Injilnya sejak kelahiran hingga Kebangkitan Yesus. Satu-satunya penulis yang berani memecah keheningan dalam penantian panjang ketidakpastian berita kelahiran Sang Mesias (Lukas, 1:26-38). Perikop awal kelahiran Yesus  dalam Injil  ini tidak ditemukan paralelnya baik dalam Injil Sinoptik maupun dalam Injil Yohanes. Perikop ini merupakan khas dari Injil Lukas yang diduga merupakan permenungan atas dasar fakta yang mendalam. Mungkin saja ada pihak tertentu menilai miring tentang perikop ini yaitu ketidakmungkinan melibatkan peran Malaikat Gabriel. Apapun penilaian itu tetapi kita sebagai Umat yang memiliki keyakinan penuh akan memetik buah-buah kebenaran iman terutama dalam hubungan dengan kebenaran iman Maria.

Proyek penyelamatan Allah (oeconomia salutis) tidak semata-mata peran tunggal dari Allah melainkan Allah memakai peran manusia untuk ambil bagian dalam proyek besar ini. Maria adalah satu-satunya perempuan muda yang dipilih Tuhan untuk bertanggungjawab penuh atas  inkarnasi Sang Sabda (Yoh,1:14). Persoalannya adalah mengapa Maria yang dipilih oleh Tuhan? Tentu hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar karena Maria hanya seorang perempuan sederhana yang datang dari daerah terpencil, Nazareth. Keterlibatan manusia  dalam proyek Penyelamatan Allah seesungguhnya tanpa ada Verifikasi data faktual, tanpa ada kepentingan orang dalam, tanpa intervensi kekuasaan, tanpa ada test kompetensi dasar, dan lain-lain. Allah justru memakai orang-orang sederhana yang kurang diperhitungan dalam hubungan dengan golongan, ras, status sosial, dan kedudukan. Maria adalah salah satunya selain Yohanes Pembaptis, para rasul dalam hubungannya dengan kategori ini. Tanpa mengurangi argumentasi di atas, paling tidak ada semacam ujian wawancara untuk memenuhi prasyarat kesiapan dalam kerjasama Proyek Penyelamatan Allah.

Barangkali kita mencoba mengulas isi wawancara Malaikat Gabriel dengan Maria yang menjadi makna terdalam dalam perikop ini. Sepertinya tidak ada negosiasi, tidak ada diplomasi, tidak ada basa-basi, tetapi Malaikat langsung menekan pada inti pesannya yaitu “Engkau yang dikaruniai, Tuhan Menyertai Engkau” (ay 28). Maria tidak merespons dengan  jawaban apapun terhadap salam itu. Ia malahan terkejut dan kemudian menimbulkan pergolakan batin (ay 29). Kasih karunia Allah berisi point-point penting yang diberikan kepada Maria yaitu mengandung seorang anak laki-laki, menamai Dia Yesus, menjadi Anak Allah Yang Mahatinggi, menempati Tahta Daud Bapa Leluhurnya, menjadi raja atas kaum keturunan Yakub, Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (ay 30-33). Ini merupakan berita gembira penggenapan peralihan dari masa penantian perjanjian lama menuju Perjanjian baru. Bagi Maria, ini adalah mustahil terjadi tetapi bagi Allah segala sesuatu menjadi mungkin (ay 35-37). Hasil akhir wawancara singkat ini kemudian diamini oleh Maria dengan penyerahan diri total.  “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (ay 38). Sejak itu, Maria dihormati dengan berbagai gelar-gelar yang diberikan kepadanya baik secara pribadi maupun secara institusional.

Karunia-karunia diberikan  oleh Allah kepada siapapun dengan mengandaikan adanya tanggapan iman dari sang penerima.  Mungkin bagi manusia hal itu mustahil untuk mendapatkannya tetapi bagi Allah segala sesuatu menjadi mungkin. Dalam perjalanan waktu, karunia-karunia  Tuhan yang masih tersamar akan membuka kesadaran manusia untuk mengakui kebenaran iman. Hal ini mengandaikan ada kerendahan hati manusia dalam mengelolah karunia yang diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma. Pernakah anda menyadari bahwa ada banyak karunia diberikan Tuhan kepada anda? Apakah anda dengan rendah hati menanggapi tawaran-tawaran itu? Ataukah anda menolaknya dengan sombong disaat sekularisme sedang mengerogoti sendi-sendi kehidupan iman kita?  Ataukah anda akan menjawab, kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan (Luk, 17:10).

 

 

 

 

 

 

Rabu, 24 April 2024

AKULAH POKOK ANGGUR YANG BENAR

 

REFLEKSI

MINGGU PASKAH V

TAHUN B

28 April 2024

Injil Yohanes 15:1-8 

Oleh: RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Yesus mengulang kembali metafora  versi lain dalam  Injil hari ini yang diawali dengan kata “Akulah” (ego eimi). Ini adalah potongan seri lain dari kata “Ego Eimi” yang sering digunakan oleh Yesus dalam perumpamaan-Nya  yaitu “Akulah Pokok Anggur Yang Benar”. Sangat berbeda dengan metafora Minggu lalu yaitu "Akulah Gembala Yang Baik".  Kata  “Akulah” bukan sekedar permainan kata dalam seri ini  tetapi Yesus ingin menunjukan bahwa Dia adalah Tuhan dan bukan Yesus historis seperti yang dipikirkan kebanyakan orang pada saat itu. Metafora  “Kebun anggur” lazim ditemukan dalam Perjanjian Lama kemudian Yesus menggunakannya sebagai penggenapan dan penyempurnaan pada metafora yang  sama. 

Barangkali terlebih dahulu, kita mencek salah satu varian analogi  kebun anggur dalam Perjanjian Lama untuk membuka ruang pemahaman kita tentang  tema yang dimaksudkan oleh Yesus hari ini. Yesaya, 5:1-7 adalah nyanyian  tentang kebun anggur  dan yang dimaksudkan dengan kebun anggur itu  adalah Israel. TUHAN sebagai pemilik kebun anggur itu.  Jadi Kebun anggur (Israel) adalah milik Tuhan yang dijaga dan dirawat dengan sempurna sesuai dengan mekanisme dunia pertanian anggur. Sayang bahwa akhir dari proyek besar ini yaitu Israel dijaga, dirawat, diberkati TUHAN, hanya menghasilkan buah yang tidak baik. Seharusnya Israel menjadi umat pilihan-Nya menghasilkan buah kebenaran, menjadi berkat bagi semua orang di bumi tetapi justru mereka gagal menghasilkan buah yang terbaik.

Dengan latar belakang kegagalan ini, Yesus menyatakan diri-Nya “Akulah Pokok Anggur Yang Benar” dan Bapa-Ku sebagai pengelolah kebun anggur. Analogi kebun anggur yang dimainkan oleh Yesus dalam perikop ini melampaui makna yakni Israel dan semua pendengar adalah ranting pokok anggur yang akan menghasilkan buah. Mereka tidak lagi dianalogikan sebagai kebun anggur yang tidak menghasilkan buah dalam Yesaya, 5:1-7 melainkan menjadi ranting yang menghasilkan buah. “ Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Ranting menjadi bagian dari pokok anggur tetap bersatu melekat erat bukan karena rekayasa genetik seperti mencangkok, mengenten, okulasi, inseminasi, kloning atau sejenisnya.  Jadi ranting benar-benar berasal dari pokok anggur bukan sekedar tempelan.

Yohanes 15:1-8 berisi tentang pokok anggur yang benar adalah khotbah terakhir Yesus di ruang tertutup sebagai amanat perpisahan dengan murid-murid-Nya. Salah satu sumber mengatakan bahwa ini merupakan pidato Yesus dalam upacara wusuda para rasul setelah sekian lama mereka mendapat pendidikan dan pengajaran dari Yesus. Efektivitas kehidupan orang Kristiani untuk menghasilkan buah  bukan seberapa besar anda mempelajari Alkitab sampai mendapat gelar profesor, bukan pula seberapa lama dan seberapa banyak anda berdoa di dalam Gereja, bukan seberapa hebat anda menguasai pokok-pokok ajaran iman tetapi seberapa besar dan seberapa dalam anda tinggal di dalam Kristus. Para rasul sudah sekian lama tinggal di dalam Kristus dan mereka telah dan akan terus menghasilkan buah. Mereka pantas mendapat wisudah dari Yesus.

Banyak orang mengaku dirinya sebagai orang Katolik, bahkan dalam pola hidup keseharian berlaku sebagai orang Katolik fanatik, berlagak sombong seolah-olah mereka adalah satu-satunya ranting yang menghasilkan banyak buah   tetapi sebenarnya mereka tidak percaya pada Kristus. Mereka tidak berada di dalam Kristus dan Kristus berada di dalam mereka. Hidup Kristiani hanya sebuah kamuflase untuk mendapat kemudahan-kemudahan dari Gereja. Istilah Katolik KTP, Katolik Napas (Natal-Paskah), Katolik Administratip, menjadikan gereja tempat untuk berjualan demi mengeruk keuntungan adalah fenomena terbalik dari metafora yang sedang dimainkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Mereka telah kehilangan keselamatan seperti ranting-ranting kering yang sebentar lagi akan dipotong kemudian dibakar di tempat sampah.

Pada akhirnya pertanyaan  kita adalah seberapa banyak orang yang masih tersisa di ruang tertutup itu. Yang pasti Yudas sudah tak ada lagi dalam acara wisuda para rasul. Ruang-ruang terbuka terus menampilkan gegap gempita idelisme pertumbuhan dan perkembangan komunitas iman. Tidak kurang dari itu rumusan-rumusan tujuan, visi, dan misi bertebaran di setiap lembaga gereja. Adu program terbaik untuk mewujudkan semua vision dan mision. Tetapi pada akhirnya seberapa banyak orang Kistiani yang masih tersisa di ruang tertutup yang tinggal di dalam Yesus dan menghasilkan buah? Dan seberapa banyak orang Kristiani yang diwisudahkan oleh Yesus pada saat itu? Apakah Saya termasuk dalam daftar orang yang diwisudahkan oleh Yesus?

Sabtu, 20 April 2024

GEMBALA YANG BAIK

 


REFLEKSI

MINGGU PASKAH IV

TAHUN B

Yohanes 10:11-18

 

Oleh: RP. Patrisius Dua Witin, CP



Seringkali Alkitab menyajikan metafora tentang dua kata penting ini yaitu “ Gembala dan Domba”.  Karena itu, wacana tentang Gembala yang baik bersama dombanya adalah salah satu tema yang sangat menarik untuk dibahas.  Kiranya bukan hal yang sulit untuk memahami metafora Gembala dan Domba dalam Kitab Suci. Dua kata benda hidup yang secara lumrah dalam keseharian di Palestina, Gembala mewakili manusia dan Domba mewakili binatang yang kemudian ditafsirkan kedua-duanya diidentikan dengan pola tingkah laku seorang pemimpin dan orang yang dipimpin.  Lebih hebat lagi gambaran Alkitabiah tentang  Gembala dan Domba menjadi ukuran tentang Kasih Tuhan kepada manusia.

Yesus membuka kata-kata-Nya dalam Injil hari ini dengan mengatakan “Akulah Gembala yang Baik”. Kata “Akulah”  dalam bahasa Kitab Suci terkenal dengan sebutan Yunani “Ego Eimi”  yang merujuk pada Kitab Keluaran ketika pertama kali Tuhan menampakan diri-Nya kepada Musa (Keluaran 3:14). Kemudian Yesus kerap kali memakai kata “Ego Eimi” untuk menegaskan diri-Nya atau mengidentikan diri-Nya adalah Tuhan. Akulah Terang Dunia (Yoh, 8:12; 9:5), Akulah Roti Hidup (Yoh, 6:35; Yoh, 6:48, 51), Akulah Pintu (Yoh, 10:7), Akulah Jalan Kenaran dan Hidup (Yoh, 14:6).

Pernyataaan diri Yesus sebagai Gembala Yang Baik sesungguhnya merupakan kata-kata tamparan kepada imam-imam dan orang Farisi yang mendengar ajaran Yesus pada saat itu. Ukuran kebaikan seorang Gembala (Yesus) yaitu mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan domba-domba dari serangan musuh sedangkan orang upahan (orang farisi) lari dari tanggungjawab, egois, ingat keselamatan diri sendiri. Hal ini mau mengingatkan kepada kita semua bahwa betapa besar Kasih Tuhan yang telah mempertaruhkan nyawa-Nya di atas Kayu Salib demi keselamatan seluruh umat manusia. Hubungan cinta mesra antara Tuhan yang menyamakan diri-Nya sebagai Gembala dan manusia sebagai domba bisa juga kita temukan dalam Kitab Mazmur 23:1-6. Sang Pemazmur melukiskan keadaan di mana manusia senantiasa merasa tenang dan damai dalam lindungan Tuhan sebagai Sang Gembala yang Baik.

Semangat pengorbanan adalah nilai harus kita renungkan dalam seluruh rangkaian kehidupan kita. Banyak orang tentu telah mengorbankan banyak hal untuk orang lain dengan intensitas yang berbeda-beda. Ada orang yang mungkin mengorbankan banyak hal untuk mendapat sesuatu yang besar tetapi banyak juga orang telah mengorbankan banyak hal karena cinta. Tentu kita tidak menutup mata dengan kepemimpinan duniawi yang belum tentu melindungi seluruh warganya dan seluruh tanah tumpah darah. Mengorbankan harta negara karena atas dasar cinta  akan sangat mulia dan bukan karena demi mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Seringkali pemimpin diganti atau dipindahkan hanya karena menjadi orang-orang upahan dan bukan gembala yang baik.

Gambala yang baik mengenal satu pesatu domba-dombanya dan domba tentu mengenal suara gembalanya. Tuhan mengenal setiap kita bahkan rambut dikepalapun Ia tahu berapa jumlahnya. Persoalannya adalah bahwa apakah domba mengenal suara gembalanya. Pertanyaan ini memang sulit dijawab. Hari hari hidup kita terkadang dekat dengan Tuhan tetapi pada saat tertentu kita merasa sangat jauh dengan Tuhan. Terkadang kita lupa akan pesan-pesannya dalam Injil  karena sibuk mengurus pesan-pesan dalam Media Sosial. Pada akhirnya hidup kita tidak panas dan tidak dingin tetapi suam-suam kukuh yang pada gilirannya akan dimuntahkan oleh Tuhan, kata Rasul Paulus kepada umat Laodikia.