Iklan

Kamis, 05 Desember 2024

MENGABAIKAN SILA PERTAMA DALAM KAMPANYE POLITIK

 

Oleh

Patrisius Dua Witin

 

Pilpres, Pileg, dan Pilkada telah berakhir meskipun kita tahu bahwa  hampir sebagian masyarakat masih menelan pilpahit dalam ajang pesta Demokrasi. Hal ini terbukti bahwa banyak persoalan yang telah diangkat ke tingkat MK dan juga Bawaslu. Apapun persoalannya tentu diselesaikan dengan damai karena Negara kita harus bergerak maju menuju Kemakmuran, keadilan, dan Kesejahteraan bersama.

Menarik bahwa semua kandidat sangat getol berkampanye  tentang “keadilan” (sila kedua), tentang “persatuan” (sila ketiga), tentang “Demokrasi” (sila keempat), tentang “Kesejahteraan Sosial” (sila kelima). Sementara Sila pertama yang diurutkan paling awal dalam dasar negara kita justru agama yang berurusan dengan “Ketuhanan Yang Mahaesa” dipakai untuk memecah belah para pemilih bahkan diuber-uber menuju ke tingkat sara.

Sila pertama “Ketuhanan Yang Mahaesa”  pertama-tama adalah bertalian dengan negara harus menjamin kebebasan rakyat untuk memilih agamanya sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Kedua, bahwa negara menjamin kebebasan para pemeluk agama untuk mendirikan rumah ibadat agar masyarakat dengan aman menjalankan ibadat sesuai dengan sila pertama. Ketiga bahwa Negara menjamin untuk mengalokasikan dana untuk pembangunan rumah-rumah ibadat.  Bagian kedua dan ketiga menjadi problematika sampai saat ini. Pemerintah hampir menutup mata dengan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat di lapangan. Katakan saja di beberapa daerah tertentu, betapa sulitnya orang mendirikan rumah ibadat bahkan yang adapun ditutup. Kedua bahwa betapa sulitnya negara mengalokasikan dana untuk merehab dan mendirikan rumah-rumah ibadat.

Tentu hal ini sangat miris jika dihubungkan dengan sila pertama dasar negara kita. Negara harus membuka mata untuk mengkaji kembali implementasi sila pertama karena hampir sebagian besar   masyarakat belum merasakan sepenuhnya dampak pembangunan dari sisi sila pertama Pancasila. Para pendiri bangsa ini tentu lebih jeli melihat betapa pentingnya sila pertama sehingga ditempatkan pada nomor urut pertama dasar negara kita. Kemudian hari para pemimpin negara kita hampir melupakannya bahkan ditempatkan paling terakhir dalam kampanye-kampanye pemilihan kepala negara dan kepala-kepala daerah.

Hebatnya bahwa kita memiliki juga satu kementerian yang mengurus agama. Barangkali pembangunan rumah-rumah ibadat pada setiap agama juga perlu diperhatikan agar masyarakat layak dan pantas menjalankan agama dan kepercayaannya dengan  baik. Guru-guru agama hampir tidak diperhatikan kalau memang diperhatikan juga ditempatkan pada bagian akhir. Sekolah-sekolah di bawah naungan agama-agama terutama agama Katolik semakin jauh dari pantauan negara.  Tugas dan fungsi agama adalah mencerdaskan nurani, mencerdaskan  jiwa, mencerdaskan aklak, martabat manusia sebagai manusia. Hal ini menjadi urusan yang paling penting dalam membangun manusia seutuhnya. Para pemimpin negara dan pemimpin daerah mengunjungi tokoh-tokoh agama dan rumah-rumah ibadat hanya pada saat menjelang pemilu sesudah itu hampir tidak diperhatikan lagi.

Pertanyaannya “APAKAH KEPALA NEGARA DAN KEPALA-KEPALA DAERAH YANG BARUSAN TERPILIH MEMPERHATIKAN PEMBANGUNAN DARI SISI SILA PERTAMA PANCASILA ATAU SAMA SAJA MENGABAIKANNYA? Kita tungguh jawaban dari para pemimpin bangsa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar