Gereja, Umat Allah yang Mandiri dan Misioner Sambil Memikul Salib. (Mandiri dan Misioner tanpa memikul Salib bukan bagian dari kemuridan Kristus)
Rabu, 16 Mei 2018
PEMBANGUNAN JALAN MENUJU KOTENWALANG SEBUAH LITANI JANJI YANG BELUM FINAL
Janji untuk membangun jalan menuju Kotenwalang, sebuah tempat yang
letaknya di ujung Timur Pulau Flores seringkali dimanfaatkan oleh para kandidat
calon legislatif maupun calon eksekutif menjelang pemilu.Koar-koar tentang
pembangunan Jalan menuju Kotenwalang yang keluar dari mulut para kandidat
dianggap sebagai iklan yang paling sakti untuk meraup suara. Anggapan tentang
keluguan, kebodohan dan keterbelakangan dilabelkan kepada masyarakat
Kotenwalang dengan julukan “Belakang gunung, Luar Tanjung”
dijadikan lahan empuk bagi para kandidat untuk mengiklankan diri sebagai
pahlawan atas mereka. Hal ini terbukti dengan para pahlawan yang telah dan
sedang berdiri tanpa memiliki jasa apapun
terhadap wilayah Kotenwalang. Pada akhirnya janji tentang pembangunan Jalan
menuju Kontenwalang tetap menjadi sebuah litani janji yang tak berujung.
Bapak Herman Kara, pjs Bupati Kabupaten Flores Timur menebarkan berita
kepada masyarakat Kotenwalang dalam kunjungan perdananya di Waiklibang bahwa
ada sekitar 35 Milyard disedikan untuk
pembangunan jalan menuju Tone, wilayah Kotenwalang. Janji itu kemudian
diperkuat lagi oleh bapak Melchias Mekeng anggota DPR RI. Janji pembangunan
jalan menuju Tonedibenamkan karena anggaran sebesar itu dibagi-bagi sehingga hanya
terealisasi sampai Biara Trapisst Lamanabi. Sementara itu kondisi jalan menuju
Kotenwalang semakin parah. Tak lama kemudian datanglah bapak Melchias Mekeng ke
Koten untuk menjawabi janji kepada masyarakat untuk mengunjungi masyarakat di
sana. Dalam kunjungannya ke Kotenwalang, berjanjilah beliau kepada masyarakat
untuk dana pembangunan jalan menuju Kotenwalang. Janji itu kemudian hendak
direalisasikan 7 Km. Pengukuran 7 Km dari titik nol simpang Lamanabi belum sampai juga ke Kotenwalang. Ruas
jalanan yang paling parah pun belum terlewati artinya pembangunan jalan
sepanjang 7 Km belum menjawabi persoalan yang ada di Kotenwalang.
Datanglah janji terkini yang keluar dari mulut Bapak Wakil Bupati Larantuka, kepada bapak kepala desa
Latonliwo dan Pastor Paroki Kotenwalang, RP. Patrisius Dua Witin, CPdi ruang
kerjanya bahwa pengerjaan jalan menuju
Kotenwalang tidak hanya 7 Km melainkan dikerjakan sampai desa Latonliwo. Alasannya
bisa dipahami karena alokasi dana sebesar 17 milyard sementara anggaran per km, 1,2 Milyard,
ungkap bapak dari Binamarga.Janji ini dianggap final dari segala janji karena
dikatakan di hadapan kami dan kepala Binamarga kabupaten Flores Timur. Jika
janji ini terwujud maka Bapak Wakil Bupati Flores Timur akan menjadi pahlawan
atas janji-janji itu. Jika tidak maka,
PEMBANGUNAN JALAN MENUJU KOTENWALANG HANYA SEBUAH LITANI JANJI YANG TAK AKAN
FINAL.
PEBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN MENUJU KOTENWALANG SEBUAH KEBUTUHAN VITAL
Transportasi jalan
darat adalah pilihan dasar untuk
mengembangkan potensi-potensi SDM DAN SDAbahkan sebagai
kebutuhaan vital masyarakat. Sayang bahwa kondisi infrastruktur jalan darat menuju
Kotenwalang kurang diperhatikan oleh para penguasa lokal maupun pusat. Gelora
suara-suara sumbang yang semakin serak dikumandangkan dari wilayah Kotenwalang hampir tak mempan lagi. Apakah kita harus diam
atau memang harus diteriakan terus-menerus sampai orang bertelinga tak mampu
mendengar lagi?
Teriakan dan jeritan
masyarakat Kotenwalang untuk menuntut pembangunan infrastrukur jalan bukan
hanya karena kendaraan dapat melaju dengan enak di jalan beraspal melainkan ada
kebutuhan yang paling penting dari itu
adalah:
1. Mendrongkrak lajunya
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kondisi jalan buruk akan terus memiskinkan
masyarakat karena harga barang akan melambung tinggi dan daya beli masyarakat
akan semakin melemah.
2. Gerakan untuk
membangun desa oleh bapak Presiden Jokowi dengan dana desa milyaran rupiah dan
realisasi program Bupati Larantuka “Desa
membangun kota menata” hanya sebuahimpian yang terkatung-katung karena biaya transportasi melambung
tinggi.
3. Aspek pembangunan di
bidang lainnya seperti Listrik yang disebut dengan program unggulan Indonesia Terang, sarana kesehatan (Indonesia sehat) telekomunikasi (Indonesia dering)dan lain-lainpun akan
menjadi mandek hanya karena transportasi jalan darat sangat parah.
Oleh karena itu, masyarakat
Kotenwalang pengimpikan ruas jalanan dari Simpang Lamanabi ke Tone, wilayah
Kotenwalang segera dibangun dalam waktu dekat. Ini merupakan kebutuhan vital bagi
masyarakat Kotenwalang yang meliputi 4
desa di sana.
GELORA SUARA DARI KOPONG DEI
Kopong
Dei adalah nama sebuah tanjung kecil
yang letaknya paling ujung Timur pulau Flores. Kopong Dei merupakan sebuah
situs pariwisata budaya yang turut menghiasi keindahan alam di wilayah Tanjung
Bunga yang letaknya di Ujung timur Pulau Flores. Nama besar Kopong Dei muncul
karena pada bagian tanjung tersebut terdapat sebuah batu yang kelihatan dari
jauh seperti seorang manusia raksasa yang sedang berdiri. Patung manusia alami
itu kemudian diberi nama Kopong Dei artinya “Koponyang sedang berdiri”. Kecintaan
masyarakat sekitarnya yaitu Masyarakat Tone dan Basira mengagungkan Kopong Dei
sebagai salah seorang nenek moyang mereka yang berubah bentuk menjadi batu.
Nama besar Kopong Dei ini kemudian terbentuklah sebuah group Band asal Basira
dan Tone dengan nama “GELORA KOPONG DEI”.
Jika
anda melewati Tanjung Kopong Dei dengan kapal motor laut maka anda akan
mengalami betapa dahsyatnya gelora gelombang dan amukan air laut yang
seakan-akan menelan habis motor laut. Meskipun amukan gelombang besar sebegitu
dahsyat tetapi belum pernah ada kapal motor laut orang Basira dan Tone
tenggelam di situ. Mereka yakin bahwa sang Kopong Dei akan senantiasa menolong
mereka.
Alangkah
baiknya Nama “Gelora Suara Kopong Dei” dimunculkan kembali dalam situs ini
dengan maksud untuk menyuarakan orang-orang yang tak bersuara dari ujung Timur
Pulau Flores. Suara-suara mereka diibaratkan sama dengan suara gelora amukan
gelombang laut Kopong Dei untuk menanti jawaban keadilan pemerataan
pembangunan. Wilayah Kopong Dei meliputi empat Desa di kepala pulau Flores
bagian Timur yaitu Desa Patisira Walang, Desa Laton Liwo satu dan dua serta
Desa Aran Sina merupakan bagian wilayah yang mengalami ketertinggalan dalam
berbagai aspek kehidupan.
Langganan:
Postingan (Atom)