Tahun 1992 tsunami memporakporandakan semua kampong di wilayah Tanjung
Bunga flores Timur. Pusat kekuatan gempa diperkirakan dekat Pulau Babi, Maumere
pada waktu itu mengguncang pulau Flores. Imbas kekuatan gempa ini dirasakan
oleh seluruh kampong di wilayah Tanjung Bunga. Turobean adalah satu-satunya
kampong disapu bersih tsunami tanpa tersisa manusia. Mereka yang hidup adalah
orang-orang yang pada saat itu berada di luar kampong (ke ladang atau berada di kampong lain). Korban nyawa manusia, dan
kerusakan bangunan menyisahkan trauma yang sangat mendalam. Karena itu terjadi
perubahan dengan munculnya pemukiman baru.
Kampung Hurit dan Walang berubah menjadi Basira, Koten tetap berad pada
pasisi semuala tetapi berkembang ke perbukitan yaitu Bauwolo dan Kolotobo.
Lewokoli membuat pemukiman baru ke daerah perbukitan. Sementara Tone sejak
semua tetap pada posisinya. Tidak terjadi pemukiman baru. Yang berubah adalah
Tone yang dulunya sebuah stasi berubah menjadi lingkungan Basira. Mereka harus
berjalan kurang lebih setengah jam untuk melakukan ibadat dan misa di Basira
meskipun mereka memiliki sebuah kapel. Menanti 24 tahun bukan waktu yang
singkat buat masyarakat Tone. Kerinduan ini bagaikan hujan emas yang jatuh ke
bumi ketika Tone diresmikan menjadi stasi pada tanggal 27 Mei 2016. Pelayanan Sakramen akan lebih intensif. Kerajaan Allah
semakin nyata di wilayah Kopong Dei, Tajung Bunga, Flores Timur.
Gereja, Umat Allah yang Mandiri dan Misioner Sambil Memikul Salib. (Mandiri dan Misioner tanpa memikul Salib bukan bagian dari kemuridan Kristus)
Jumat, 17 Juni 2016
Minggu, 05 Juni 2016
RETRET SMU NEGERI I WAIKLIBANG
Retret untuk siswa-siswi kelas
III SMUN I Waiklibang adalah sebuah acara rutin tahunan yang diselenggarakan
oleh sekolah yang dikoordinir oleh pak
Bartolomeus Henakin dan ibu Felix selaku guru agama Katolik di sekolah ini. Kali ini
retret tahunan diadakan di rumah retret Emaus milik Frateran BHK
dengan tema: “MERAHI MIMPI/ CITA-CITA”. Tema ini dipilih dengan maksud para siswa
siswi diberi motivasi untuk menatap masa depan dengan banyak pilihan yang
terbentang di depan mata mereka. Sebanyak 126 orang anak hadir dalam acara
tahunan bersama dengan 6 orang peserta special dari agama Islam.
Untuk merahi mimpi atau cita-cita, kita bergerak mulai dari kemarin/ masa Lalu (kenangan), hari ini/ masa kini (tantangan)
dan besok/ masa yang akan datang (misteri). Besok/masa yang akan datang
merupakan sebuah misteri. Kita dituntut agar waspada dan lebih bijaksana dalam
mengelola waktu kita yang ada. Ingat waktu tidak akan bisa diputar kembali.
Sekali waktu berjalan maka cukup kali itu saja moment tersebut akan
berlangsung. Hasilnya di kemudian hari hanyalah tersisa penyesalan belaka. Kegiatan ini juga sekaligus merupakan acara menyepi bersama untuk melepaskan semua
kekhusutan pikiran dengan berjejalnya pelajaran di sekolah. Semua peserta
bersama 9 orang bapak dan ibu guru pendamping menikmati kebersamaan ini dalam
retret besama. Mereka pulang dengan sebuah harapan dan cita-cita yang ingin
digapai pada masa yang akan datang.
Sabtu, 16 April 2016
TELUK HADING LAYAK DIBANGUNG PELABUHAN DAGANG FLORES TIMUR
Hiruk pikuk jalur perdangan dari
arah barat ke Tumur Indonesia salah satunya adalah jalur Tanjung Bunga. Ini
diakui sejak ditemukannya rempah-rempah wilayah Timur Indonesia sebagai primadona
di Arab dan Eropah. Bahkan diperkirakan Fransiskus Xaverius pernah singgah di
Tanjung Bunga sebelum melanjutkan perjalanannya ke Maluku. Ini merupakan
alternative tercepat ketimbang menggunakan jalur selatan yang penuh dengan
risiko ketika menghadapi arus samudra luas.
Teluk
Hading merupakan tempat teraman untuk transit menuju Indonesia Timur jika Tol
Laut semakin diberdayakan. Pemda Flotim tak mungkin akan tetap bertahan,
Larantuka sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal besar tak akan lagi melintas di
arus Gonsalo yang nota bene akan dijadikan pusat pembangkit litrik plus
jembatan tol Pantai Paloh- Tanah Merah. Teluk hading tempat terindah, aman dan
layak sebagai pusat perdagangan. Itu berarti Larantuka -Waiklibang akan
dibangun Tol bebas hambantan untuk mobilisasi keluar-masuk barang-barang dagangan kea rah timur dan
barat. Mungkingkah?????
Jumat, 04 Maret 2016
NAMA BESAR “FLORES” TERPINGGIRKAN
Sunset di Tanjung Bunga |
Persoalannya,
mengapa Wilayah di ujung tanjung Flores
Timur sebagai tempat bersejarah lahirnya nama pulau “Flores” terpinggirkan dari
berbagai intaian pemerintah daerah Flores Timur. Masyarakat ujung Tanjung Bunga
(Koten-Walang dan sekitarnya)sejak bupati pertama: Yohakim BL. De Rosari sampai
bupati Yoseph Lagadoni Herin justru daerah ini jauh dari perhatian pemerintah daerah Flores Timur
meskipun bahwa suksesi kepimpinan di Flores Timur sampai pada saat ini mencapai
10 orang Bupati. Ini sangat ironis
ketika kita menyandang nama besar Flores
kemudian melupakan bahkan tidak mau tahu tentang asal usul dari mana datangnya
nama ini.
Bukankah
pemerintah harus mengabadikan tempat itu bahkan menjaga kelestarian bunga lagka
di sana? Dan mengapa mereka membiarkan daerah ini tertinggal jauh dari masyarakat lainnya. Jahu dari Listrik dan
dunia telekomukasi. Mereka harus merogo kocek sampai 500.000 hanya ongkos ojek
pergi pulang kota Larantuka. Bukankah tidak adil. Jalan masuk hanya digusur
sekali pada tahun 2010 hingga saat ini belum ada perbaikan. Dan lebih para lagi
adalah status jalannya adalah jalan tani. Menyandang status jalan tani sama
dengan menghina masyarakat wilayah ujung Tanjung Bunga. Barangkali pemda Flotim
harus membuka mata dan hati untuk memberi perhatian lebih terutama pengaspalan
jalan menuju Koten-Walang dan sekitarnya
yang nota bene melahirkan nama besar “Flores”.
Jika tidak maka nama “Flores” hanyalah sebuah nama meskipun dikenal oleh
seluruh dunia tanpa mengengetahui rekam jejak asal usul nama itu.
Langganan:
Postingan (Atom)