Jumat, 17 Juni 2016

STASI TONE,KEUSKUPAN LARANTUKA MENANTI 24 TAHUN



Tahun 1992 tsunami memporakporandakan semua kampong di wilayah Tanjung Bunga flores Timur. Pusat kekuatan gempa diperkirakan dekat Pulau Babi, Maumere pada waktu itu mengguncang pulau Flores. Imbas kekuatan gempa ini dirasakan oleh seluruh kampong di wilayah Tanjung Bunga. Turobean adalah satu-satunya kampong disapu bersih tsunami tanpa tersisa manusia. Mereka yang hidup adalah orang-orang yang pada saat itu berada di luar kampong (ke ladang atau berada di kampong lain). Korban nyawa manusia, dan kerusakan bangunan menyisahkan trauma yang sangat mendalam. Karena itu terjadi perubahan dengan munculnya pemukiman baru.  Kampung Hurit dan Walang berubah menjadi Basira, Koten tetap berad pada pasisi semuala tetapi berkembang ke perbukitan yaitu Bauwolo dan Kolotobo. Lewokoli membuat pemukiman baru ke daerah perbukitan. Sementara Tone sejak semua tetap pada posisinya. Tidak terjadi pemukiman baru. Yang berubah adalah Tone yang dulunya sebuah stasi berubah menjadi lingkungan Basira. Mereka harus berjalan kurang lebih setengah jam untuk melakukan ibadat dan misa di Basira meskipun mereka memiliki sebuah kapel. Menanti 24 tahun bukan waktu yang singkat buat masyarakat Tone. Kerinduan ini bagaikan hujan emas yang jatuh ke bumi ketika Tone diresmikan menjadi stasi pada tanggal 27 Mei 2016. Pelayanan  Sakramen akan lebih intensif. Kerajaan Allah semakin nyata di wilayah Kopong Dei, Tajung Bunga, Flores Timur.




Minggu, 05 Juni 2016

RETRET SMU NEGERI I WAIKLIBANG


Retret untuk siswa-siswi kelas III SMUN I Waiklibang adalah sebuah acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh  sekolah yang dikoordinir oleh pak Bartolomeus Henakin dan ibu Felix selaku guru agama Katolik di sekolah ini.  Kali ini  retret tahunan diadakan di rumah retret Emaus milik Frateran BHK dengan  tema: “MERAHI MIMPI/ CITA-CITA”.  Tema ini dipilih dengan maksud para siswa siswi diberi motivasi untuk menatap masa depan dengan banyak pilihan yang terbentang di depan mata mereka. Sebanyak 126 orang anak hadir dalam acara tahunan bersama dengan 6 orang peserta special dari agama Islam.
                Untuk merahi mimpi atau cita-cita, kita  bergerak mulai dari  kemarin/ masa Lalu (kenangan), hari ini/ masa kini (tantangan) dan besok/ masa yang akan datang  (misteri). Besok/masa yang akan datang merupakan sebuah misteri. Kita dituntut agar waspada dan lebih bijaksana dalam mengelola waktu kita yang ada. Ingat waktu tidak akan bisa diputar kembali. Sekali waktu berjalan maka cukup kali itu saja moment tersebut akan berlangsung. Hasilnya di kemudian hari hanyalah tersisa penyesalan belaka.  Kegiatan ini juga sekaligus merupakan  acara menyepi bersama untuk melepaskan semua kekhusutan pikiran dengan berjejalnya pelajaran di sekolah. Semua peserta bersama 9 orang bapak dan ibu guru pendamping menikmati kebersamaan ini dalam retret besama. Mereka pulang dengan sebuah harapan dan cita-cita yang ingin digapai pada masa yang akan datang.

Sabtu, 16 April 2016

TELUK HADING LAYAK DIBANGUNG PELABUHAN DAGANG FLORES TIMUR


Hiruk pikuk jalur perdangan dari arah barat ke Tumur Indonesia salah satunya adalah jalur Tanjung Bunga. Ini diakui sejak ditemukannya rempah-rempah wilayah Timur Indonesia sebagai primadona di Arab dan Eropah. Bahkan diperkirakan Fransiskus Xaverius pernah singgah di Tanjung Bunga sebelum melanjutkan perjalanannya ke Maluku. Ini merupakan alternative tercepat ketimbang menggunakan jalur selatan yang penuh dengan risiko ketika menghadapi arus samudra luas.
                Teluk Hading merupakan tempat teraman untuk transit menuju Indonesia Timur jika Tol Laut semakin diberdayakan. Pemda Flotim tak mungkin akan tetap bertahan, Larantuka sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal besar tak akan lagi melintas di arus Gonsalo yang nota bene akan dijadikan pusat pembangkit litrik plus jembatan tol Pantai Paloh- Tanah Merah. Teluk hading tempat terindah, aman dan layak sebagai pusat perdagangan. Itu berarti Larantuka -Waiklibang akan dibangun Tol bebas hambantan untuk mobilisasi keluar-masuk  barang-barang dagangan kea rah timur dan barat. Mungkingkah?????

Jumat, 04 Maret 2016

NAMA BESAR “FLORES” TERPINGGIRKAN



Sunset di Tanjung Bunga
“Flores”   nama besar yang kenakan pada pulau flores  mulai dari ujung  Barat Maggarai sampai ujung  Timur Flores Timur. Nama yang indah ini sejak ditemukannya bunga unik di ujung tanjung Flores Timur.  Orang Portugis menamakannya  dalam bahasa mereka, “ Cabo da Flora” (Tanjung Bunga). Tahun 1636 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Hendrik Brouwer  menggunakan resmi nama pulau Flores dengan adanya penemuaan bunga di Tanjung Bunga Flores Timur. Banyak orang berusaha mengharumkan nama pulau bunga (Flores), bahkan di Larantuka mereka mengabadikannya dengan lagu-lagu daerah.
                Persoalannya, mengapa Wilayah  di ujung tanjung Flores Timur sebagai tempat bersejarah lahirnya nama pulau “Flores” terpinggirkan dari berbagai intaian pemerintah daerah Flores Timur. Masyarakat ujung Tanjung Bunga (Koten-Walang dan sekitarnya)sejak bupati pertama: Yohakim BL. De Rosari sampai bupati Yoseph Lagadoni Herin justru daerah ini jauh dari  perhatian pemerintah daerah Flores Timur meskipun bahwa suksesi kepimpinan di Flores Timur sampai pada saat ini mencapai 10 orang Bupati.  Ini sangat ironis ketika kita menyandang  nama besar Flores kemudian melupakan bahkan tidak mau tahu tentang asal usul dari mana datangnya nama ini.
                Bukankah pemerintah harus mengabadikan tempat itu bahkan menjaga kelestarian bunga lagka di sana? Dan mengapa mereka membiarkan daerah ini tertinggal jauh dari  masyarakat lainnya. Jahu dari Listrik dan dunia telekomukasi. Mereka harus merogo kocek sampai 500.000 hanya ongkos ojek pergi pulang kota Larantuka. Bukankah tidak adil. Jalan masuk hanya digusur sekali pada tahun 2010 hingga saat ini belum ada perbaikan. Dan lebih para lagi adalah status jalannya adalah jalan tani. Menyandang status jalan tani sama dengan menghina masyarakat wilayah ujung Tanjung Bunga. Barangkali pemda Flotim harus membuka mata dan hati untuk memberi perhatian lebih terutama pengaspalan jalan menuju  Koten-Walang dan sekitarnya yang nota bene melahirkan nama besar “Flores”.  Jika tidak maka nama “Flores” hanyalah sebuah nama meskipun dikenal oleh seluruh dunia tanpa mengengetahui rekam jejak asal usul nama itu.