Minggu, 20 September 2020

HIDUP SALING MENJAGA

(Refleksi atas lingkungan hidup)

Oleh: Patrisius Dua Witin, CP

 

      Sekelompok pencinta alam dari paramedis Puskemas Waklibang yang dipelopori oleh kepala Puskesmas Waklibang mengadakan camping di Belah Bukit, Kotenwalang sekaligus menikmati indahnya sunset Belah Bukit. Malam sekitar pukul 20.00 WIT ada renungan dengan tema: “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”.Kegiatan ini merupakan sebuah bentuk kepedulian terhadap alam yang berangsur-angsur rusak dijarah manusia. Alam tak perlu dijaga karena secara alamiah alam dapat menyembuhkan dirinya sendiri untuk dapat meneruskan kosmogenesis.

                Lima puluh tahun yang lalu, ketika manusia masih lesu berbicara tentang alam yang rusak dan dampaknya terhadap manusia, Thomas Berry, CP sudah gencar berbicara tentang kerusakan alam oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Beliau meramalkan bahwa abad 21 manusia akan mengalami perubahan dari era kenozoicum menuju era “ecozoicum” artinya bahwa manusia mulai menyadari alam sebagai “rumah kehidupan”. Ramalan Thomas Berry terbukti yang ditandai dengan gencarnya kampanye cinta lingkungan di berbagai kelompok, apapun namanya kelompok itu.  Tema “ Kita jaga alam, alam jaga kita” yang ditawarkan oleh paramedis puskesmas Waiklibang menggambarkan bahwa di antara manusia belum ada kesepahaman mengenai pentingnya kosmos bagi keberlangsungan semua ekosistem yang ada di bumi.  Pada dasarnya, alam tak perlu dijaga dan alam tak perlu menjaga kita. Maksud tema  di atas sebenarnya ingin mengajak kita untuk menjaga alam dari kerakusan manusia yang telah menjarah alam untuk melayani properti manusia.

                Penguasaan alam oleh manusia yang dilandasi pandangan “antroposentrisme” di mana manusia menjadi pusat segala-galanya berdampak pada pemiskina n bumi, padahal  manusia  hanya  satu bagian kecil dari semua spesies yang ada di kosmos ini.  Konektivitas atas semua spesies bermaksud mengatur keseimbangan semua eksistem yang ada di bumi. Manusia telah merusakan keseimbangan semua ekosisten itu yang berdampak pada perubahan iklim dan munculnya berbagai jenis penyakit yang sulit ditolerir. Penyakit-penyakit selalu up to date. Ketika petugas kesehatan berinovasi obat-obatan untuk meredam berbaga jenis penyakit, penyakitpun beriinovasi dengan virus-virusnya. Corona virus 19 yang tengah menyerang manusia akibat ketidakseimbangan ekosistem yang ada. Corona virus 19  yang berasal dari kelelawar sesungguhnya berpindah pada sesama binatang  justru kini menyerang sel manusia sebagai inangnya.

Bagaimanapun, kita harus menyingsingkan lengan baju untuk pemulihan sistem ekosistem bumi kita.