Sabtu, 29 April 2023

NARASI BARU TENTANG BUMI KITA

(Goresan Mengisi Tahun Ekologi)

Oleh RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Sejak tahun 1978 Thomas Berry, seorang anggota Kongregasi Pasionis sangat gencar mengkampanyekan krisis ekologis terutama dampak-dampak kerusakan bumi akibat teknologi yang sangat berpengaruh pada kesehatan manusia. Ketika itu, kebanyakan orang tak pernah gubris dan peduli akan gagasan-gagasan brilian yang  ditawarkan oleh Thomas Berry. Beliau meramalkan bahwa abad 21,  manusia akan memasuki era ecozoikum yakni manusia mulai menyadari bahwa bumi adalah rumah kehidupan yang perlu dijaga dan dan dirawat. Kesadaran ini terlambat 40 an tahun setelah  sang geolog, Thomas Berry mempublikasikan gagasannya.  Gereja semesta mulai bangkit yang ditandai dengan munculnya ensiklik Laudato Si  dari Paus Fransiskus dan Gereja lokal Keuskupan Larantuka mulai menyadari betapa pentingnya merawat bumi sebagai ibu yang memberi kehidupan kepada manusia. Kesadaran ini dinyatakan dalam rancangan tahun program keuskupan pada  tahun 2017 dan kemudian diulangi lagi pada tahun 2023 dengan kegiatan-kegiatan yang hampir sama.

Sumbangsi kesadaran akan pentingnya marawat bumi masih berkisar pada tataran pola hidup sehat seperti menghindari penggunaan pupuk kimia, pestisida, pemilahan sampah, menanam pohon, dan lain-lain. Thomas Berry menawarkan pertama-tama adalah penyembuhan pada akarnya yaitu  Kisah baru (the new story) tentang pandangan kita terhadap bumi sebagai rumah kehidupan. Kisah-kisah lama tidak cukup untuk mengubah pandangan setiap orang untuk memahami diri sebagai salah satu spesies dari keseluruhan kehidupan di planet ini.  Beribu-ribu tahun, kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian telah memupuk dan membesarkan pandangan orang Kristiani yang lebih menekankan doktrin keselamatan  dan mengabaikan doktrin tentang penciptaan. Oleh karena itu, eksploitasi alam ciptaan Tuhan  oleh manusia yang menyadari dirinya  menjadi pusat segala-galanya (antroposentrisme) akhirnya menjadikan bumi sebagai sapi perah untuk melayani properti manusia. Meskipun sering digaungkan bahwa latar belakang kerusakan planet kita berasal dari pandangan antroposentrisme tetapi hal mendasar ini tidak mudah untuk dilepaskan dari pribadi setiap orang. Perlu digaungkan lebih kuat tentang  kesadaran akan diri kita sendiri bahwa kita adalah bagian kecil dari keseluruhan spesies  yang ada di bumi ini. Semuanya memiliki hak sama untuk melangsung kosmogenesis dan saling menguntungkan. Serangga punya hak untuk hidup dan bermanfaat untuk proses penyerbukan pada jenis tanaman tertentu. Karena itu manusia tak berlaku semena-mena terhadap serangga. Pohon mempunyai hak untuk hidup karena jenis pohon tertentu adalah obat-obatan untuk kambing. Masing-masing spesies punya hak untuk hidup dan melakukan proses kosmogenesis yang saling menguntungkan. Manusia bukan penguasa atas semua spesies dan menjadi predator dalam semua kehidupan. Thomas Berry mengatakan bahwa manusia adalah salah bagian dari spesies untuk merayakan perayaan  indah di alam ini.

Kisah baru (the new story) juga harus diceritakan kepada anak-anak sebagai generasi baru untuk mengagungkan alam ciptaan sebagai wahyu utama bukan berarti mengesampingkan Wahyu Verbal yang diagungkan selama ini. Unsur-unsur numinous alam semesta harus  menjadi bagian dari setiap generasi yang akan menjadi obat untuk menjaga, memelihara melestarikan alam ciptaan di bumi ini. Dengan demikian maka orang yang melakukan segala bentuk  kegiatan  untuk mengembalikan krisis ekologis  sungguh sungguh datang dari spiritualitas ekologis yang mendalam bukan karena  perintah untuk melaksanakan program-program ekologis.

Semoga...............................