Refleksi
Minggu Biasa XI Tahun B
Patrisius Dua Witin, CP
Bagian pertama adalah tentang menabur benih. Ini merupakan metafora yang
paling unik dalam Injil Markus. Menabur benih sesungguhnya sangat tidak
menguntungkan karena bisa saja benih itu jatuh pada tanah yang tidak diinginkan
petani. Hal ini sangat berbeda dengan benih yang ditanam karena pasti petani
memilih tanah yang subur, gembur, banyak air sehingga menghasilkan buah
berlimpah. Yesus tetap mempertahankan ide perumpamaannya yaitu “Kerajaaan Allah
seumpama orang yang menaburkan benih di tanah”. Uniknya bahwa malam hari ia
tidur, siang hari ia bangun. Benih itu kemudian mengeluarkan tunas. Bagaimana
itu terjadi, petani sama sekali tidak
tahu. Yang ia tahu adalah musim panen sudah tiba.
Saya teringat ketika bersama dengan seorang misionaris Italia bekerja di
sebuah Paroki di pedalaman Kalimantan untuk melayani 71 stasi dengan jumlah
umat 19.000 jiwa. Ini sangat mustahil untuk menjaga dan merawat umat sebanyak
itu. Beliau katakan kepada saya pergilah dan baptislah mereka dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus karena Tuhan sendirilah yang menjaga dan merawat sampai
menghasilkan buah. Saya sangat percaya akan kata-kata ini dan benar hasilnya sungguh
sangat memuaskan karena sekarang kita boleh memetik hasil. Paroki-paroki besar
itu sama sekali tidak terlantar bahkan
umat semakin maju dalam hidup imannya. Kerajaan Allah diumpamakan seperti itu.
Bagaimana mereka bertumbuh dan berkembang, pekerja tidak mengerti bahkan tidak
tahu menahu tentang itu. Yang saya tahu
adalah sekarang sudah berkembang dan menghasilkan buah. Banyak orang yang saya
baptis juga telah menjadi suster dan pastor.
Bagian kedua dari metafora ini adalah tentang “biji sesawi”. Standar
ukuran terkecil untuk semua jenis benih pada saat itu adalah biji sesawi. Pada
metafora ini yang dipersoalkan bukan pertumbuhan benih melainkan soal ukuran
besar dan kecil benih yang memiliki daya tumbuh yang besar sampai
burung-burungpun bersarang di sana. Kerajaan Allah diumpamakan seperti biji sesawi.
Pada mulanya dianggap reme, kecil, tidak diperhitungkan dalam dunia pertanian
tetapi hasilnya di luar dugaan bahwa biji terkecil itu bisa mengalahkan
biji-biji besar.
Bagi saya orang Indonesia, biji sesawi barangkali tidak cocok untuk dijadikan perumpamaan karena sangat kontras
dengan pengalaman dunia pertanian di Indonesia. Jika biji sesawi yang
dimaksudkan adalah sayur sawi maka sangat mustahil burung-burung bersarang di
sana. Mungkin metafora biji sesawi dalam konteks indonesia yang bisa menjawab
adalah biji pohon beringin. Tak seorangpun membuat pembibitan pohon beringin dari
biji pohon beringin kecuali dengan mengokulasi. Kita tak pernah melihat biji
pohon beringin menempel di batu dan kemudian tumbuh dan berkembang pada
batu-batu besar ataupun di pohon-pohon besar. Yang kita tahu adalah ada pohon
beringin di situ dan bertumbuh sangat pesat sampai burung-burungpun menetap di
sana. Mustahil tetapi itulah terjadi. (Saya tidak bermaksud untuk mempolitisir
metafora biji pohon beringin dengan partai Golkar yang berlambangkan pohon
beringin karena bukan itu maksud saya).
Yang saya maksudkan adalah soal biji kecil yang disamakan dengan Kerajaan Allah
dalam konteks Indonesia.
Ketika saya datang pertama kali di Kotenwalang untuk memulai paroki ini, bagi saya ini mustahil.
Jalanan yang sangat parah, betahun-tahun kami hidup dengan pelita tanpa ada
penerangan listrik, tak ada jaringan telpon, tak ada WIFI, tak ada internet,
yang saya tahu adalah ada manusia hidup di sana. Ini seolah-olah dipaksakan
untuk menjadi sebuah paroki. Bagi saya
yang setia hidup di sana adalah sebuah mujizat karena selang beberapa tahun
saja, jalanan diaspal, listrik negara juga masuk, tower-tower jaringan internet
dipasang.
Inilah Kerajaan Allah yang diumpamakan dengan biji sesawi. Dulu yang
dianggap kecil, terbelakang, tidak diperhitungkan, kini berkembang dengan
sendirinya. Tuhan memberikan daya dobrak yang sangat pesat pada biji-biji kecil
untuk menghasilkan sesuatu yang besar.
Persoalannya: Beranikah anda bertaruh dengan pengalaman-pengalaman iman
seperti ini? Ataukah saya lari dari semua persoalan iman karena masih
memperhitungkan soal untung rugi? Ketika anda masih bergulat dengan kalkulasi
untung rugi Kerajaan duniawi, Tuhan sudah menetapkannya dan menghasilkan buah. Itulah
Kerajaan Allah yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar