Iklan

Tampilkan postingan dengan label Teologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Juni 2024

KERAJAAN ALLAH, APAKAH UTOPIA?

 

Refleksi

Minggu Biasa XI Tahun B

Patrisius Dua Witin, CP


Injil Markus 4:1- 41 menempatkan 4 metafora sekaligus yakni tentang penabur, pelita di bawah gantang, Benih yang tumbuh, dan tentang biji sesawi.  Semua metafora ini dimaksudkan untuk semua orang tetapi pada bagian tertentu, kepada para rasul-Nya, Yesus memberikan penjelasan tambahan. Potongan Injil hari ini dalam bab yang sama menempatkan sekaligus 2 metafora dalam liturgi kita Minggu biasa XI Tahun B. Kedua perumpamaan hari ini tidak mendapat penjelasaan tambahan dari Yesus sendiri. Diharapkan agar para pendengar mampu menafsirkan maksud perumpamaan tersebut. Semua perumpamaan  ini bertujuan untuk memberi penekanan bahwa betapa pentingnya  KERAJAAN ALLAH. Tentu saja  kedua perumpamaan ini menjadi fokus perhatian kita pada Minggu ini.       

Bagian pertama adalah tentang menabur benih. Ini merupakan metafora yang paling unik dalam Injil Markus. Menabur benih sesungguhnya sangat tidak menguntungkan karena bisa saja benih itu jatuh pada tanah yang tidak diinginkan petani. Hal ini sangat berbeda dengan benih yang ditanam karena pasti petani memilih tanah yang subur, gembur, banyak air sehingga menghasilkan buah berlimpah. Yesus tetap mempertahankan ide perumpamaannya yaitu “Kerajaaan Allah seumpama orang yang menaburkan benih di tanah”. Uniknya bahwa malam hari ia tidur, siang hari ia bangun. Benih itu kemudian mengeluarkan tunas. Bagaimana itu terjadi, petani sama sekali  tidak tahu. Yang ia tahu adalah musim panen sudah tiba.

Saya teringat ketika bersama dengan seorang misionaris Italia bekerja di sebuah Paroki di pedalaman Kalimantan untuk melayani 71 stasi dengan jumlah umat 19.000 jiwa. Ini sangat mustahil untuk menjaga dan merawat umat sebanyak itu. Beliau katakan kepada saya pergilah dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus karena Tuhan sendirilah yang menjaga dan merawat sampai menghasilkan buah. Saya sangat percaya akan kata-kata ini dan benar hasilnya sungguh sangat memuaskan karena sekarang kita boleh memetik hasil. Paroki-paroki besar itu sama sekali tidak  terlantar bahkan umat semakin maju dalam hidup imannya. Kerajaan Allah diumpamakan seperti itu. Bagaimana mereka bertumbuh dan berkembang, pekerja tidak mengerti bahkan tidak tahu menahu tentang itu.  Yang saya tahu adalah sekarang sudah berkembang dan menghasilkan buah. Banyak orang yang saya baptis juga telah menjadi suster dan pastor.

Bagian kedua dari metafora ini adalah tentang “biji sesawi”. Standar ukuran terkecil untuk semua jenis benih pada saat itu adalah biji sesawi. Pada metafora ini yang dipersoalkan bukan pertumbuhan benih melainkan soal ukuran besar dan kecil benih yang memiliki daya tumbuh yang besar sampai burung-burungpun bersarang di sana. Kerajaan Allah diumpamakan seperti biji sesawi. Pada mulanya dianggap reme, kecil, tidak diperhitungkan dalam dunia pertanian tetapi hasilnya di luar dugaan bahwa biji terkecil itu bisa mengalahkan biji-biji besar.

Bagi saya orang Indonesia, biji sesawi barangkali tidak cocok untuk  dijadikan perumpamaan karena sangat kontras dengan pengalaman dunia pertanian di Indonesia. Jika biji sesawi yang dimaksudkan adalah sayur sawi maka sangat mustahil burung-burung bersarang di sana. Mungkin metafora biji sesawi dalam konteks indonesia yang bisa menjawab adalah biji pohon beringin. Tak seorangpun membuat pembibitan pohon beringin dari biji pohon beringin kecuali dengan mengokulasi. Kita tak pernah melihat biji pohon beringin menempel di batu dan kemudian tumbuh dan berkembang pada batu-batu besar ataupun di pohon-pohon besar. Yang kita tahu adalah ada pohon beringin di situ dan bertumbuh sangat pesat sampai burung-burungpun menetap di sana. Mustahil tetapi itulah terjadi. (Saya tidak bermaksud untuk mempolitisir metafora biji pohon beringin dengan partai Golkar yang berlambangkan pohon beringin  karena bukan itu maksud saya). Yang saya maksudkan adalah soal biji kecil yang disamakan dengan Kerajaan Allah dalam konteks Indonesia.

Ketika saya datang pertama kali di Kotenwalang  untuk memulai paroki ini, bagi saya ini mustahil. Jalanan yang sangat parah, betahun-tahun kami hidup dengan pelita tanpa ada penerangan listrik, tak ada jaringan telpon, tak ada WIFI, tak ada internet, yang saya tahu adalah ada manusia hidup di sana. Ini seolah-olah dipaksakan untuk menjadi sebuah paroki.  Bagi saya yang setia hidup di sana adalah sebuah mujizat karena selang beberapa tahun saja, jalanan diaspal, listrik negara juga masuk, tower-tower jaringan internet dipasang.

Inilah Kerajaan Allah yang diumpamakan dengan biji sesawi. Dulu yang dianggap kecil, terbelakang, tidak diperhitungkan, kini berkembang dengan sendirinya. Tuhan memberikan daya dobrak yang sangat pesat pada biji-biji kecil untuk menghasilkan sesuatu yang besar.

Persoalannya: Beranikah anda bertaruh dengan pengalaman-pengalaman iman seperti ini? Ataukah saya lari dari semua persoalan iman karena masih memperhitungkan soal untung rugi? Ketika anda masih bergulat dengan kalkulasi untung rugi Kerajaan duniawi, Tuhan sudah menetapkannya dan menghasilkan buah. Itulah Kerajaan Allah yang sesungguhnya.

 

 

Sabtu, 11 Mei 2024

DOA LOGOS VERSUS KOSMOS

 

REFLEKSI MINGGU PASKAH VII TAHUN B

INJIL YOHANES 17:11b-19

RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Sejak abad ke enam belas, diakui bahwa potongan Injil hari ini adalah bagian sentral “doa Yesus sebagai Imam Agung” yang dilayangkan langsung kepada Bapa-Nya. Ini merupakan salah satu bentuk komunikasi Yesus dengan Bapa-Nya melalui doa  (Hari Komsos sedunia). Doa ini dipanjatkan menjelang Yesus beralih dari dunia ini dan ketika itu para Rasul tak lagi bersama dengan Yesus. Ini merupakan bagian dari keraguan Yesus ketika para rasul masih berada di dunia (kosmos) sementara Yesus tidak lagi berada di dunia. Mengingat kedalaman nilai teologis doa Yesus  dalam teks ini, maka setiap orang pasti mempunyai daya nalar yang berbeda-beda untuk menangkap inti sari nilai teologis yang terkadung di dalamnya. Karena itu, ada seorang ekseget mengatakan bahwa ini merupakan doa Logos versus kosmos.  Bagi saya, hal ini sangat menarik untuk dijadikan tema refleksi Hari Minggu Paskah VII karena muncul hal baru yang sedikit berbeda dari biasanya. Barangkali, kita mencoba menggali lebih dalam teks doa Yesus dalam Injil hari ini yang akan mengarahkan kita pada tema:  doa logos versus kosmos atau diberi arti lain dari maksud ini adalah doa Sang Sabda (Logos) untuk melawan kejahatan dunia.

Pertama-tama kita harus meyakini bahwa Yesus adalah Sang Logos yang ditulis oleh Yohanes sejak awal Injilnya  yaitu Firman  itu adalah Allah (Yoh, 1:1) dan Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Sang Logos itu berdoa, Ya Bapa yang Kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu (Yoh 17:11).  Para ekseget berulang kali melihat kembali perbedaan terjemahan untuk menemukan hal baru dalam ayat ini.  Tetapi bagi kita yang terpenting adalah bahwa Yesus, Sang Logos meminta kepada Bapa-Nya yang Kudus  agar para rasul senantiasa dipelihara, dijaga, disimpan dalam nama-Nya karena Yesus tidak lagi ada di dalam dunia (kosmos) tetapi para rasul masih ada di dalam dunia. Dunia (Yunani: Kosmos) yang dimaksudkan adalah keadaan di mana keharmonisan yang telah dihancurleburkan oleh manusia pertama sejak di kebun Eden (Kej. 3:1-24). Ketamakan manusia yang sulit dikompromi ketika mereka melahap buah dari pohon yang dikramatkan oleh Tuhan (Kej. 3:6). Keadaan di mana manusia haus akan kekuasaan untuk menyamakan dirinya dengan Tuhan (Kej. 3:5). Keadaan di mana muncul persaingan manusia untuk mengejar mamon. Dan para rasul akan mengawali misi-Nya di bumi dengan menghadapi  pandemi keserakan akan kekayaan dan kekuasaan yang sedang merajalela. Manusia kosmos penuh rasa curiga, takut, cendrung mengindar ketika manusia logos hadir karena akan terungkap semua kesenangan manusia kosmos dalam lorong-lorong kejahatan. Para rasul menghadapi kuasa-kuasa dunia dengan konsekuensi dari itu adalah ditolak, dibenci, dihina, bahkan mereka sendiri mengorbankan nyawanya. Yesus telah mengalami semua perinstiwa ini, karena itu, Dia berdoa kepada bapa-Nya yang Kudus untuk memelihara para rasul dalam nama-Nya.

Untuk menghadapi semua tantangan ini, Yesus menghendaki agar para rasul  menjadi Kudus. Yudas sudah jatuh karena tidak memelihara kekudusan maka Yesus meminta bapa-Nya untuk memelihara kekudusan para rasul dalam nama-Nya.  Inilah yang menjadi aspek penting ketika para rasul bersaksi tentang kebenaran, kekudusannya itu akan menyinari dunia agar manusia kosmos menjadi manusia logos. Baru-baru ini dunia melihat dengan jelas kesaksian RP. Franz Magnis Suseno di persidangan MK tanpa ada rasa takut karena beliau dipelihara oleh Bapa Yang Kudus. Apapun kebenaran kesaksian itu diungkapkan akan tetapi belum tercipta persatuan antara Logos dengan manusia kosmos. Oleh karena itu, dalam doa ini, Yesus menghendaki agar terciptalah persatuan antara manusia logos dengan manusia kosmos sama seperti Bapa-dan Logos bersatu (persatuan hipostatis).

Egosentrisme manusia kosmos masih sangat kuat. Manusia adalah pusat segala-galanya  cendrung terpelihara dalam diri setiap orang. Pekan doa persatuan umat Kristen di seluruh dunia terus dilayangkan tetapi hasilnya belum memadai adalah bukti dari kecendrungan itu. Masih ada banyak perpecahan dalam kelompok kelompok kecil seperti di KBG, stasi, Paroki, dan komunitas lainnya bagaikan menyimpan bara dalam sekam yang kapan saja akan menyala dan membakar seluruh persatuan yang dibangun sejak semula. Pernahkah saya berdoa dan menjaga persatuan itu? Atau saya adalah orang yang pertama memotori perpecahan dalam gereja, kelompok dan lain-lain. Apakah saya mengejar kekudusan untuk memberi kesaksian yang benar agar dunia percaya pada logos? Ataukah saya berkolaborasi dengan manusia kosmos, menjaga dan memelihara kesenangan bersama dalam lorong-lorong kejahatan.

Rabu, 08 Mei 2024

PERGILAH KE SELURUH DUNIA, BERITAKANLAH INJIL

 

HARI RAYA KENAIKAN

TAHUN B

REFLEKSI INJIL MARKUS 16:15-20

RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

 

Para ahli Kitab Suci cendrung bersepakat bahwa  Injil hari ini merupakan bagian yang bukan asli dari Markus. Injil Markus  sesungguhnya ditulis hanya sampai pada Markus  16:8 selanjutnya ayat 9-20 merupakan tambahan kemudian dan ini terlihat jelas dari perbedaan gaya bahasa dengan asli tulisan Markus. Selain itu,  bagian ini tidak ditemukan dalam manuskrip tertua, padahal Injil Markus justru yang paling awal ditulis sekaligus menjadi referensi bagi penginjil lainnya. Meskipun beberapa ahli Kitab berpendapat demikian tetapi bagi orang Katolik, potongan Injil ini penting karena menjadi bacaan utama dalam liturgi suci, Hari Raya Kenaikan. Terjemahan modern seperti NRSV (New Revised Standard Version) dan NAB (New American Bible)  menempatkan teks ini pada porsinya dengan catatan-catatan yang panjang. Konsili Trente (1546) akhirnya memasukan ayat-ayat ini  dalam Kanon Katolik. Selain itu, Leksionaris Katolik Roma justru menempatkan  teks Mark 16:15-20  pada Hari Raya Kenaikan tahun B. Oleh karena itu, berkenaan dengan hari Raya Kenaikan, kita mendalami teks ini untuk memperkaya hidup iman kita.

Saya akan memulai dengan istilah Yunani  εὐαγγέλιον (euangelion) yang akrab digunakan dalam kalangan orang Kristen adalah “kabar baik”.  Secara etimologis Istilah kabar baik sejajar dengan kata “Injil”.  Jadi Injil adalah Kabar Baik. Yesus membuka kata-katanya dalam injil  hari ini dengan kalimat “PERGILAH KE SELURUH DUNIA, BERITAKANLAH INJIL” (Mark, 16:15). Selain perintah ini ditujuhkan kepada para Rasul, teks ini kemudian dipakai sebagai pedoman utama para misionaris untuk pergi ke seluruh dunia, memberitakan Injil kepada segala makhluk. Jika kita paralelkan dengan Injil Matius 28:16-20 maka ada beberapa point penting yang akan menjadi catatan utama kita  adalah

1.       Pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Ku. Maksudnya bahwa para Rasul dan Misionaris pergi dan mengajar kepada semua orang agar mereka bertobat, percaya,  dan menjadi pengikut Kristus karena Yesus Kristus adalah Juruselamat bagi semua orang berdosa. Inilah yang disebut dengan “Kabar Baik” yang harus disampaikan kepada semua orang. Tidak cukup para misionaris memusatkan perhatian pada peningkatan moral, mengajarkan cara berpakaian, cara bertani, dan cara memproduksi hasil, peningkatan sanitasi dan kesehatan. Barangkali kombinasi Altar dan Pasar sangat ideal untuk dimungkinkan tetapi kemudian  misionaris bisa tenggelam dalam hiruk pikuk pasar modal. Seratus Tahun lalu Ensiklik Maksimum Ilud oleh paus Benediktus XV telah memberi signal peringatan agar Misionaris tidak jatuh pada hal sama.

2.       Pergi untuk membaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Membaptis bukan hanya secara simbolis dalam tata cara perbaptisan (liturgia) tetapi membuat manusia menjadi baru. Manusia dikuduskan dalam sebuah kehidupan yang baru. Pakaian lama dibuang dengan mengenakan pakaian baru yang menjadi simbol pengesahan menjadi Murid Kristus.

3.       Para Rasul dan Misionaris pergi  mengajar tentang Kerajaan Allah, tentang pelayanan Kristus, tentang Roh Kudus, tentang Kerajaan Surga, bukan mengajar membaca dan menulis, Geografi, Matematika, Tata Bahasa Inggris, PPKN dan lain-lain.

Seorang teman baik menyampaikan persoalannya kepada saya bahwa saya berharap para imam menyampaikan khotbah Hari Minggu bukan dengan menyampaikan kemarahan kepada umat sepanjang khotbah melainkan menyampaikan kabar gembira kepada umat. Umat  kembali dari gereja bukan penuh  dengan kekecewaan melainkan pulang dengan penuh sukacita. Barangkali ini menjadi sebuah permenungan panjang bagi sang misionaris untuk mengisi khotbah dengan pesan pesan Injil bukan pesan pesan di luar Kitab Suci. Pertanyaannya: Apakah saya telah melaksanakan perintah Yesus supaya menjadikan semua orang menjadi Murid-Ku? Atau lebih banyak menggiring orang untuk keluar dari Ajaran Yesus terutama mengarahkan mereka ke pasar dan bukan ke Altar? Pernahkah saya berpikir untuk membaptis dan membimbing orang agar  sungguh-sungguh menjadi manusia baru? Atau hanya sekedar mengadakan ritual secara simbolis? Apakah selama ini, saya mengajar tentang  Yesus kepada umat atau saya lebih senang mengajar hal-hal yang bersifat profan? Injil hari ini  menyoroti refleksi seorang misionaris dalam janji imamatnya untuk mengajar, menguduskan, dan memberi kesaksian.

BERTOBATLAH DAN PERCAYALAH PADA INJIL

Kamis, 02 Mei 2024

TINGGAL DI DALAM KASIH KRISTUS

 

REFLEKSI 

HARI MINGGU PASKAH VI TAHUN B

Injil Yohanes 15:9-17

Tanggal 05 Mei 2024

RP. Patrisius Dua Witin, CP


Jika kita konsisten dengan gagasan Minggu kemarin, maka Injil Minggu ini merupakan kelanjutan pidato Yesus dalam acara wusuda para Rasul di ruang tertutup. Pidato pengajaran ini sangat penting dan eksklusif karena para rasul bakal menempati fondasi Gereja yang tentunya akan bertahan dan berlanjut sampai hari ini. Yesus tidak lagi menggunakan metafora melainkan memberi arti terdalam dari metafora Minggu lalu yaitu “Akulah Pokok Anggur Yang Benar”. Kita tidak hanya menjadi ranting yang tinggal di dalam Kristus, hidup dari dan oleh Kristus melainkan “TINGGAL DI DALAM KASIH KRISTUS”.

 Cinta Kasih adalah sifat dan hakikat Tuhan karena itu Yohanes mengatakan bahwa “Allah adalah Kasih” (1 Yohanes, 4:8,16). Pertama-tama, Kasih Kristus kepada Bapa sehingga tak sedikitpun Ia menyimpang dari Kehendak Bapa. Ketaatan inilah yang akan menjadi kunci untuk senantiasa “tinggal di dalam Kasih-Nya”. Bagi siapapun yang tinggal di dalam Kasih Kristus akan memperoleh pengudusan yang paling progresif dan bersifat kekal. Kehidupan kekal bersama Kristus adalah maksud yang sama dari tinggal dalam Kasih Kristus.  Orang-orang yang telah dinilai suci oleh Gereja adalah contoh konkret bagaimana mereka mencapai kekudusan berkat “Tinggal di dalam Kasih Kristus”. Buah dari tinggal di dalam  Kasih Kristus adalah “sukacita”. Sukacita bukan dari dirinya sendiri melainkan datang dari Kristus sehingga sukacita menjadi penuh.

Tinggal dalam Kasih Kristus tak ada sekat yang mampu membatasinya karena itu Yesus menyebut kamu bukan lagi hamba melainkan sahabat. Tak ada rahasia tersebunyi karena segala sesuatu yang  Kudengar dari Bapa-Ku telah Kusampaikan kepadamu. Akhir dari Injil ini Yesus menegaskan sekaligus  melantik para Rasul-Nya dengan mengatakan “ Aku memilih kamu dan Aku menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah”.

Satu hal yang menarik bahwa sebanyak 31 kali dalam Injil Yohanes, Yesus mengulang kata-kata ini “ sama seperti”. Ini menunjukkan hubungan timbal balik antara Yesus dengan Bapa-Nya, hubungan timbal  balik antara manusia dengan Yesus. Misalnya “Sama seperti Bapa telah mengasihi Aku, dengan demikian aku telah mengasihi kamu.” Kwalitas nilai dari Kasih manusia diukur menurut standar Kasih Allah.  Hal inilah yang paling berisiko pada level manusia karena kadar kwalitas kasih manusia bisa berubah-ubah. Hendaklah kamu saling mengasihi sesuai dengan stadar kwalitas Kasih Allah yakni mempertaruhkan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya tentu saja hampir menjadi sebuah utopia. Hal ini hanya bisa terjadi jika manusia benar-benar tinggal dalam Kasih Kristus dan menghasilkan buah-buah yang membawah keselamatan bagi orang lain.

Persoalannya, apakah saya sudah benar-benar tinggal dalam kasih Kristus? Apakah saya termasuk orang yang menjadi sahabat Kristus? Apakah saya mengasihi sesama seperti Kristus mengasihi saya? Apakah saya termasuk orang yang dipilih dan ditetapkan Kristus untuk pergi dan menghasilkan buah? Buah-buah apa saja yang saya hasilkan untuk menyenangkan hati sesama?

Selasa, 30 April 2024

SESUNGGUHNYA AKU INI ADALAH HAMBA TUHAN

 

REFLEKSI PEMBUKAAN BULAN MARIA

1 MEI 2024

INJIL LUKAS 1:26-38

Oleh. RP. Patrisius Dua Witin, CP


Lukas adalah Satu-satunya  pengarang Injil secara konsisten dan sistematis menulis Injilnya sejak kelahiran hingga Kebangkitan Yesus. Satu-satunya penulis yang berani memecah keheningan dalam penantian panjang ketidakpastian berita kelahiran Sang Mesias (Lukas, 1:26-38). Perikop awal kelahiran Yesus  dalam Injil  ini tidak ditemukan paralelnya baik dalam Injil Sinoptik maupun dalam Injil Yohanes. Perikop ini merupakan khas dari Injil Lukas yang diduga merupakan permenungan atas dasar fakta yang mendalam. Mungkin saja ada pihak tertentu menilai miring tentang perikop ini yaitu ketidakmungkinan melibatkan peran Malaikat Gabriel. Apapun penilaian itu tetapi kita sebagai Umat yang memiliki keyakinan penuh akan memetik buah-buah kebenaran iman terutama dalam hubungan dengan kebenaran iman Maria.

Proyek penyelamatan Allah (oeconomia salutis) tidak semata-mata peran tunggal dari Allah melainkan Allah memakai peran manusia untuk ambil bagian dalam proyek besar ini. Maria adalah satu-satunya perempuan muda yang dipilih Tuhan untuk bertanggungjawab penuh atas  inkarnasi Sang Sabda (Yoh,1:14). Persoalannya adalah mengapa Maria yang dipilih oleh Tuhan? Tentu hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar karena Maria hanya seorang perempuan sederhana yang datang dari daerah terpencil, Nazareth. Keterlibatan manusia  dalam proyek Penyelamatan Allah seesungguhnya tanpa ada Verifikasi data faktual, tanpa ada kepentingan orang dalam, tanpa intervensi kekuasaan, tanpa ada test kompetensi dasar, dan lain-lain. Allah justru memakai orang-orang sederhana yang kurang diperhitungan dalam hubungan dengan golongan, ras, status sosial, dan kedudukan. Maria adalah salah satunya selain Yohanes Pembaptis, para rasul dalam hubungannya dengan kategori ini. Tanpa mengurangi argumentasi di atas, paling tidak ada semacam ujian wawancara untuk memenuhi prasyarat kesiapan dalam kerjasama Proyek Penyelamatan Allah.

Barangkali kita mencoba mengulas isi wawancara Malaikat Gabriel dengan Maria yang menjadi makna terdalam dalam perikop ini. Sepertinya tidak ada negosiasi, tidak ada diplomasi, tidak ada basa-basi, tetapi Malaikat langsung menekan pada inti pesannya yaitu “Engkau yang dikaruniai, Tuhan Menyertai Engkau” (ay 28). Maria tidak merespons dengan  jawaban apapun terhadap salam itu. Ia malahan terkejut dan kemudian menimbulkan pergolakan batin (ay 29). Kasih karunia Allah berisi point-point penting yang diberikan kepada Maria yaitu mengandung seorang anak laki-laki, menamai Dia Yesus, menjadi Anak Allah Yang Mahatinggi, menempati Tahta Daud Bapa Leluhurnya, menjadi raja atas kaum keturunan Yakub, Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (ay 30-33). Ini merupakan berita gembira penggenapan peralihan dari masa penantian perjanjian lama menuju Perjanjian baru. Bagi Maria, ini adalah mustahil terjadi tetapi bagi Allah segala sesuatu menjadi mungkin (ay 35-37). Hasil akhir wawancara singkat ini kemudian diamini oleh Maria dengan penyerahan diri total.  “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (ay 38). Sejak itu, Maria dihormati dengan berbagai gelar-gelar yang diberikan kepadanya baik secara pribadi maupun secara institusional.

Karunia-karunia diberikan  oleh Allah kepada siapapun dengan mengandaikan adanya tanggapan iman dari sang penerima.  Mungkin bagi manusia hal itu mustahil untuk mendapatkannya tetapi bagi Allah segala sesuatu menjadi mungkin. Dalam perjalanan waktu, karunia-karunia  Tuhan yang masih tersamar akan membuka kesadaran manusia untuk mengakui kebenaran iman. Hal ini mengandaikan ada kerendahan hati manusia dalam mengelolah karunia yang diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma. Pernakah anda menyadari bahwa ada banyak karunia diberikan Tuhan kepada anda? Apakah anda dengan rendah hati menanggapi tawaran-tawaran itu? Ataukah anda menolaknya dengan sombong disaat sekularisme sedang mengerogoti sendi-sendi kehidupan iman kita?  Ataukah anda akan menjawab, kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan (Luk, 17:10).

 

 

 

 

 

 

Kamis, 25 April 2024

AKULAH POKOK ANGGUR YANG BENAR

 

REFLEKSI

MINGGU PASKAH V

TAHUN B

28 April 2024

Injil Yohanes 15:1-8 

Oleh: RP. Patrisius Dua Witin, CP

 

Yesus mengulang kembali metafora  versi lain dalam  Injil hari ini yang diawali dengan kata “Akulah” (ego eimi). Ini adalah potongan seri lain dari kata “Ego Eimi” yang sering digunakan oleh Yesus dalam perumpamaan-Nya  yaitu “Akulah Pokok Anggur Yang Benar”. Sangat berbeda dengan metafora Minggu lalu yaitu "Akulah Gembala Yang Baik".  Kata  “Akulah” bukan sekedar permainan kata dalam seri ini  tetapi Yesus ingin menunjukan bahwa Dia adalah Tuhan dan bukan Yesus historis seperti yang dipikirkan kebanyakan orang pada saat itu. Metafora  “Kebun anggur” lazim ditemukan dalam Perjanjian Lama kemudian Yesus menggunakannya sebagai penggenapan dan penyempurnaan pada metafora yang  sama. 

Barangkali terlebih dahulu, kita mencek salah satu varian analogi  kebun anggur dalam Perjanjian Lama untuk membuka ruang pemahaman kita tentang  tema yang dimaksudkan oleh Yesus hari ini. Yesaya, 5:1-7 adalah nyanyian  tentang kebun anggur  dan yang dimaksudkan dengan kebun anggur itu  adalah Israel. TUHAN sebagai pemilik kebun anggur itu.  Jadi Kebun anggur (Israel) adalah milik Tuhan yang dijaga dan dirawat dengan sempurna sesuai dengan mekanisme dunia pertanian anggur. Sayang bahwa akhir dari proyek besar ini yaitu Israel dijaga, dirawat, diberkati TUHAN, hanya menghasilkan buah yang tidak baik. Seharusnya Israel menjadi umat pilihan-Nya menghasilkan buah kebenaran, menjadi berkat bagi semua orang di bumi tetapi justru mereka gagal menghasilkan buah yang terbaik.

Dengan latar belakang kegagalan ini, Yesus menyatakan diri-Nya “Akulah Pokok Anggur Yang Benar” dan Bapa-Ku sebagai pengelolah kebun anggur. Analogi kebun anggur yang dimainkan oleh Yesus dalam perikop ini melampaui makna yakni Israel dan semua pendengar adalah ranting pokok anggur yang akan menghasilkan buah. Mereka tidak lagi dianalogikan sebagai kebun anggur yang tidak menghasilkan buah dalam Yesaya, 5:1-7 melainkan menjadi ranting yang menghasilkan buah. “ Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Ranting menjadi bagian dari pokok anggur tetap bersatu melekat erat bukan karena rekayasa genetik seperti mencangkok, mengenten, okulasi, inseminasi, kloning atau sejenisnya.  Jadi ranting benar-benar berasal dari pokok anggur bukan sekedar tempelan.

Yohanes 15:1-8 berisi tentang pokok anggur yang benar adalah khotbah terakhir Yesus di ruang tertutup sebagai amanat perpisahan dengan murid-murid-Nya. Salah satu sumber mengatakan bahwa ini merupakan pidato Yesus dalam upacara wusuda para rasul setelah sekian lama mereka mendapat pendidikan dan pengajaran dari Yesus. Efektivitas kehidupan orang Kristiani untuk menghasilkan buah  bukan seberapa besar anda mempelajari Alkitab sampai mendapat gelar profesor, bukan pula seberapa lama dan seberapa banyak anda berdoa di dalam Gereja, bukan seberapa hebat anda menguasai pokok-pokok ajaran iman tetapi seberapa besar dan seberapa dalam anda tinggal di dalam Kristus. Para rasul sudah sekian lama tinggal di dalam Kristus dan mereka telah dan akan terus menghasilkan buah. Mereka pantas mendapat wisudah dari Yesus.

Banyak orang mengaku dirinya sebagai orang Katolik, bahkan dalam pola hidup keseharian berlaku sebagai orang Katolik fanatik, berlagak sombong seolah-olah mereka adalah satu-satunya ranting yang menghasilkan banyak buah   tetapi sebenarnya mereka tidak percaya pada Kristus. Mereka tidak berada di dalam Kristus dan Kristus berada di dalam mereka. Hidup Kristiani hanya sebuah kamuflase untuk mendapat kemudahan-kemudahan dari Gereja. Istilah Katolik KTP, Katolik Napas (Natal-Paskah), Katolik Administratip, menjadikan gereja tempat untuk berjualan demi mengeruk keuntungan adalah fenomena terbalik dari metafora yang sedang dimainkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Mereka telah kehilangan keselamatan seperti ranting-ranting kering yang sebentar lagi akan dipotong kemudian dibakar di tempat sampah.

Pada akhirnya pertanyaan  kita adalah seberapa banyak orang yang masih tersisa di ruang tertutup itu. Yang pasti Yudas sudah tak ada lagi dalam acara wisuda para rasul. Ruang-ruang terbuka terus menampilkan gegap gempita idelisme pertumbuhan dan perkembangan komunitas iman. Tidak kurang dari itu rumusan-rumusan tujuan, visi, dan misi bertebaran di setiap lembaga gereja. Adu program terbaik untuk mewujudkan semua vision dan mision. Tetapi pada akhirnya seberapa banyak orang Kistiani yang masih tersisa di ruang tertutup yang tinggal di dalam Yesus dan menghasilkan buah? Dan seberapa banyak orang Kristiani yang diwisudahkan oleh Yesus pada saat itu? Apakah Saya termasuk dalam daftar orang yang diwisudahkan oleh Yesus?

Rabu, 12 Februari 2020

GETTING THE POOR DOWN FROM THE CROSS

Oleh Patrisius Dua Witin, CP
(Tulisan ini adalah Salah satu bagian kecil dari buku Buku Kenangan Paroki Kotenwalang yang akan dicetak)

Judul ini, terinspirasi dari refleksi teologis beberapa teolog dunia ketiga yang tergabung dalam EATWOT yang memunculkan perjuangan mereka (pemikiran teologis) untuk menurunkan kaum miskin dari Salib (Getting the Poor Down from the Cross).  Para uskup Amerika Latin dalam konfrensi (CELAM) di Medelin 1968 juga menekankan kata-kata kunci dalam perutusan gereja adalah: preferensial option for the poor), pilihan mendahulukan kaum miskin.[1] Gustavo Gutierrez,  salah seorang peserta konferensi pada waktu itu menjelaskannya dengan baik bahwa option adalah putusan bebas tidak hanya dari pihak luar melainkan juga option dari kaum miskin sendiri untuk solider dengan sesamanya yang miskin. Dan preferensial menunjuk siapa yang seharusnya menjadi yang pertama dengan tidak menyingkirkan orang atau kelompok lain melainkan semua diundang untuk terlibat dalam gerakan bersama kaum miskin  untuk membangun masyarakat yang adil dan bersaudara.[2]  Gutierez membuat pendasaran biblis bahwa Preferensial Option For The Poor tidak hanya pilihan gereja Amerika Latin tetapi pilihan gereja universal yang terpusat pada pilihan Allah, (Option Teosentris) seperti peristiwa Kain dan Habel (Kej 4:1-16), seperti juga pilihan pada Ishak dan bukan Ismail, pada Yakub dan bukan Esau dan pada Yusuf dan bukan Ruben. Oleh karena itu, bagi Tuhan, “yang terakhir menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir” (Mat 20:16; 19:30 Mrk 10:31; Luk 13:30).[3]
Refleksi atas sejarah berdirinya Paroki St. Paulus dari Salib Kotenwalang adalah option Allah untuk mendahulukan kaum miskin dan yang terlupakan di Kotenwalang. Hal ini tersirat dalam kata sambutan yang Mulia Bapak Uskup Larantuka bahwa Kotenwalang berdiri bukan karena percakapan-percakapan di antara para imam, bukan pula karena omong-omong dengan imam-imam Pasionis melainkan option dari Allah sendiri. Bagi saya, ini merupakan option sebagai jawaban atas misi Allah dan misi Gereja Lokal untuk menurunkan kaum miskin dari Salib (Getting the Poor Down from the Cross).  


[1] Menurut  A. Pieris “kemiskinan  bukan versus kekayaan melainkan kemiskinan versus ketamakan dan kekikiran”. Oleh karena itu, perhatian utama bukanlah penghapusan kemiskinan tetapi pergulatan melawan mamon. A. Pieris, Op.cit.hal. 125.  Saya kira buku  “Lembata Negeri Kecil Salah Urus” Nusa Indah, Juni 2016 yang ditulis oleh Steph Tupeng Witin sesungguhnya mau mengatakan bahwa kemiskinan dan ketidakadilan yang terjadi di Lembata karena ulah ketamakan dan kekikiran.
[2] Gustavo Gutierrez, Op.cit hal. 116-118 bdk. Martin Chen, Op.cit. hal. 120-121.
[3] Bdk. Martin Chen, Ibid, hal 122-123.