TAHUN EVALUASI PJPT III (2025)
PAROKI KOTENWALANG, DEKENAT
LARANTUKA,
KEUSKUPAN LARANTUKA
1. Pengantar
Perpas pertama
tahun 2025 memutuskan agar tahun evaluasi (2025) masing-masing paroki tidak hanya membuat laporan evaluasi
akan tetapi disertai juga dengan refleksi teologis. Refleksi yang kami buat
ini, apakah benar-benar berasal dari yang lokal? Dan apakah refleksi ini
benar-benar teologis? Kami hanya berusaha memenuhi tugas yang direkomendasikan Perpas I Keuskupan Larantuka tahun 2025.
Di bawah ini, kami akan membuat sedikit refleksi teologis
setelah membuat evaluasi di tingkat paroki. Pertama, bahwa kami hanya membuat
refleksi teologis berdasarkan evaluasi pada bidang pastoral dengan alasan bahwa
keempat tahun program bidang pastoral menyentuh langsung dengan seluruh umat di
Keuskupan Larantuka yaitu tahun Persiapan dan pemberdayaan Agen Pastoral (2019),
Tahun Keluarga (2020), Tahun OMK (2022), Tahun Ekologi (2023), dan tahun Pemberdayaan
KBG dan Kelompok Kategorial (2024). Kedua bahwa refleksi ini menjadi khas
masing masing paroki berdasarkan situasi dan budaya setempat yang mungkin turut
mempengaruhi nilai-nilai teologis masing-masing Paroki.
Paroki Santu Paulus dari Salib Kotenwalang berdiri dan
kemudian menterjemahkan visi Gereja Lokal Keuskupan Larantuka yaitu “Gereja
Umat Allah Yang Mandiri dan Misioner”
dengan menambahkan anak kalimat “Sambil Memikul Salib”
dengan alasan bahwa Mandiri dan Misioner tanpa memikul Salib bukan bagian dari
Kemuridan Kristus. Perjuangan menuju kemandirian secara personal, spiritual dan
finansial tidak akan terselesaikan hanya dengan mengucapkan kata-kata ini
melainkan melalui sebuah perjuangan salib. Dan Gereja yang misioner harus
sunguh-sungguh melebur dalam eksistensi kata misioner dengan segala konsekwensinya
yakni melalui perjuangan salib agar menghasilkan misionaris-misionaris sejati.
Paroki St.
Paulus dari Salib Kotenwalang berdiri dengan menghidupi spiritualitas salib
Kristus yang selaras dengan spiritualitas Kongregasi Pasionis, tentu akan mewarnai seluruh kehidupan umat
dalam perjuangan menuju kemandirian dengan semangat (Roh) Salib Kristus. Oleh karena itu, refleksi teologis dalam bidang
pastoral di bahwa ini tidak akan terlepas dari visi paroki yaitu “Gereja Uamat
Allah Yang Mandiri dan Misioner Sambil Memikul Salib”.
2. Agen Pastoral, Penyambung lida Allah
Rancangan proyek Karya
Keselamatan Allah bermula dari inisatif Bapa di Surga dengan mengutus PutraNya
ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang sudah tercemar oleh dosa-dosa. Proses
Karya Penyelamatan Allah ini memakan waktu yang sangat panjang bahkan belum final
karena manusia harus menungguh
kedatanganNya yang kedua (parousia). Meskipun kita berada pada rentang waktu
yang panjang dan sangat melelahkan, tetapi justru manusia terus menerus berjuang dengan caranya sendiri untuk segera mencicipi
Kerajaan Allah ketika ia masih berada di bumi.
Manusia tidak menerima proyek Keselamatan secara pasif
seperti menungguh hujan turun dari langit melainkan ia terlibat aktif dalam
proyek ini. Ada banyak ruang dan waktu tersedia baik dari Allah melalui
PuteraNya Yesus Kristus maupun Gereja-Nya
yang juga sebagai sarana Keselamatan akan sangat membantu setiap orang untuk
ambil bagian dalam proyek Keselamatan Allah. Oleh karena itu apapun teologi
yang bergulir, semuanya akan bermuara pada Soteriologi sebagai titik puncak
dari Proyek Keselamatan ini.
Berkenaan dengan PJPT III Keuskupan Larantuka yang sudah
dan sedang berada pada tahun terakhir yaitu Tahun Evaluasi, saya mengajak kita
untuk turun ke akar rumput untuk merefleksikan proyek pastoral Keuskupan
Larantuka sebagai bagian dari Proyek Keselamatan Allah. Tahun pertama PJPT III
menggagas Agen Pastoral sebagai fokus pastoral. Mereka (Agen Pastoral) adalah
orang-orang yang terpilih dan terpanggil menjadi perantara, Penyalur Sabda, penyambung
lida Allah. Karena itu, saya memberi judul refleksi ini “Agen Pastoral Penyambung
Lida Allah”. Judul ini menekankan dua aspek teologis yang menjadi alasan
penting sebagai berikut:
a. Agen Pastoral adalah orang-orang pilihan Allah.
Kitab Perjanjian
Lama terutama Kitab Para Nabi dan Para Hakim secara gamblang mengisahkan
orang-orang pilihan yang dipakai Allah
untuk menyampaikan pesan yang dimaksudkan Tuhan kepada umatNya. (Yesaya, 6:1-8, Yeremia, 1:4-19, Amos, 7:14-15, Hakim-hakim, 13:2-5,24-25 dan
lain-lain). Dalam Kitab Parjanjian Baru di sana kita menemukan Kisah Yesus
memanggil murid-murid-Nya (Mat, 4:18-20, Mark, 1: 16-18, Mat, 4:21-22, Mark,
2:13-14). Tuhan memilih orang-orang
yang Dia kehendaki. Dia tahu dan mengenal masing-masing orang yang dipanggilNya
bahkan sejak dalam rahim ibu, Tuhan telah memanggil mereka. (Yeremia, 1:5). Tuhan
tidak pernah membuat verifikasi faktual seperti ijazah dan lain-lain.
Pada saat ini, agen pastoral tertahbis tetap menempuh jalur verifikasi kelayakan studi untuk menjadi seorang imam dan ini berlaku umum sementara agen pastoral terbaptis tidak melalui seleksi pendidikan berjenjang maupun seleksi ijazah apakah asli atau palsu. Mereka terpilih secara alamiah seperti orang-orang pilihan dalam Kitab Suci. Terkadang kita menemukan orang-orang pilihan dengan sumber daya manusia apa adanya. Terkadang mereka menjadi apatis karena mereka belum mengerti apa yang mereka kerjakan. Terkadang kita menemukan orang-orang yang berorientasi pada uang dan bukan pada bentuk pelayanan. Pada akhirnya ada agen pastoral mengundurkan diri dari jabatan sebagai agen pastoral karena alasan tidak mampu bahkan di sana mereka berorientasi untuk bisa memperkaya diri atas pekerjaan mereka sebagai agen pastoral. Rasul Paulus mengatakan, “Upahku adalah mewartakan Injil tanpa upah” (I Kor, 9:18) adalah bagian dari persoalan bagi mereka yang berorietasi pada sumber uang. Pada sisi lain kita menemukan hal yang sangat berbeda misalnya beredarnya berita tentang Paus Fransiskus meninggal dunia dengan menyisakan 100 dollar yang ada padanya dan tidak memiliki rekening gendut menjadi suatu bentuk kesaksian yang luar biasa. Ada banyak agen pastoral terbaptis melaksanakan tugasnya sebagai pelayan tanpa imbalan. Pola hidup sederhana dari seorang agen pastoral akan menjadi sebuah bentuk kesaksian bahwa gereja adalah kumpulan orang-orang sederhana yang tidak menampilkan pola hidup hedonis.
b.
Agen
pastoral penyalur Sabda, Penyambung lida Allah.
Tugas sebagai penyambung lida Allah adalah tugas yang
sangat mulia dan sakral. Jabatan imamat khusus dan imamat umum yang kita terima
melalui Sakramen Baptis dan Sakramen imamat
adalah metrai kekal karena itu menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk bersaksi
menjadi imam, Nabi dan Raja. Sebagai agen Pastoral, jabatan itu melekat dalam
diri seorang agen pastoral bahkan imam disebut juga altar Kristus (Kristus yang
lain). Agen pastoral tertahbis adalah orang-orang yang dipilih secara khusus
untuk menjadi penyambung lida Allah seumur hidup. Tugas luhur yang tak dapat
dimiliki oleh semua orang. Persoalannya bagaimana dan sejauh mana kita telah
mengaktifkan tri tugas khusus ini untuk menyalurkan karya Keselamatan Allah
kepada semua orang. Terkadang tri tugas khusus ini (tertahbis dan terbaptis)
dibiarkan terpendam yang pada akhirnya menjadi mandul karena agen pastoral
sibuk dengan urusan pribadi yang akan mendatangkan ketenaran dan kemuliaaan
pribadi dan bukan demi kemuliaan Allah.
Agen pastoral menjadi saluran yang dipilih oleh Tuhan
untuk menyalurkan Sabda-Nya kepada semua orang. Perlu disadari bahwa terkadang
saluran itu tersumbat dan kotor sehingga pesan-pesan Firman Allah tidak sampai
kepada umat-Nya. Sebagaimana Gereja juga membaharuhi dirinya terus menerus maka
Agen Pastoral juga harus membaharuhi dirinya dengan sakramen tobat,
rekoleksi,retret, on going formation,
pendampingan, kursus, dan lain-lain
dengan maksud agar saluran itu dimurnikan dan dibersihkan dari cacad cela secara
rutin.
Yesus tahu bahwa para muridnya tidak mungkin semuanya
bersih. Kita tahu Yudas masih mengkhianati gurunya, Petrus menyangkal Yesus,
Yohanes dan Yakobus meminta kedudukan istimewa. Meskipun demikian Yesus terus
menerus memberikan pengajaran (on going formation) kepada murid-Nya sampai pada akhirnya mereka
menjadi misionaris yang handal (semuanya mati menjadi martir). Inilah yang
disebut dengan agen pastoral penyambung lida Allah, penyalur Sabda Allah
melalui sebuah perjuangan “Salib”.
3. Keluarga, Donatur Utama Gereja Lokal
Tahun 2016, gereja Lokal Keuskupan Larantuka memprogramkan keluarga sebagai ecclesia domestica dan tahun 2020 diulang kembali dengan penekanan yang berbeda. Mengapa keluarga menjadi perhatian pokok gereja Keuskupan Larantuka? Saya mencoba melihat dari sudut pandang, Keluarga sebagai Donatur utama Gereja Lokal sesuai dengan judul di atas.
a.
Gereja
Umat Allah yang mandiri dan misioner dapat berkembang pesat mengandaikan adanya
kelahiran baru. Keluarga adalah satu-satunya handalan untuk memasok kelahiran
baru. Setiap akhir tahun gereja membuat statistik baptisan baru untuk
menghitung anggota gereja mengandaikan adanya kelahiran baru dalam
keluarga-keluarga Katolik. Ini adalah tangung jawab yang diberikan oleh Allah
sejak penciptaan manusia pertama yakni “Beranakcuculah dan bertambah banyak”
Kej 1:28. Dengan demikian tugas mulia untuk meneruskan karya ciptaan Tuhan
diletakkan pada tanggung jawab keluarga.
b.
Regenerasi
agen Pastoral tertahbis dan terbaptis
mengandaikan adanya kelahiran baru dalam keluarga-keluarga Katolik.
Pernahkah kita membuat statistik penelitian bahwa kelahiran baru dalam setahun
mensuplai berapa orang menjadi agen pastoral tertahbis dan terbaptis yang
profesional dan handal di Gereja lokal Keuskupan Larantuka? Tentu ini sangat sulit untuk
membuat sebuah penelitian tetapi yang pasti bahwa selalu ada panggilan untuk
menjadi agen pastoral tertahbis dan terbaptis. Jadi Keluarga adalah donatur
utama untuk mensuplai para agen pastoral tertahbis dan terbaptis.
c.
Berbicara
tentang laporan pemekaran KBG mengandaikan jumlah keluarga baru bertambah. Oleh
karena itu munculnya KBG baru justru adanya pekembangan keluarga-keluarga baru.
Dengan demikian Keluarga menjadi donatur utama untuk pengembangan KBG-KBG baru.
d.
Berbicara
kemandirian finansial Gereja Keuskupan Larantuka justru yang menjadi donatur
utama adalah Keluarga-keluarga. Iuran Keuskupan, Paroki, stasi sampai pada
persembahan di meja altar yang kudus berasal dari keluarga-keluarga. Oleh
karena itu, Keluarga adalah Donatur Utama Gereja Lokal. Kemandirian finansial
gereja lokal Keuskupan Larantuka mengandaikan bahawa keluarga-keluarga sudah
mandiri secara finansial. Jadi mensukseskan
Gereja Yang mandiri secara
finansial pertama tama adalah meningkatkan persentase jumlah keluarga yang
mandiri secara finansial.
Jika Keluarga sebagai donatur utama gereja lokal, sejauh
manakah peran gereja memberi perhatian secara rutin kehidupan rohani dan
jasmani keluarga-keluarga sebagai fundasi Gereja Lokal? Dan sejauh manakah
peran gereja dalam memperhatikan problematika kehidupan perkawinan berkeluarga?
Ini adalah pertanyaan refleksif untuk mengevaluasi diri di akhir tahun pogram
PJPT III. Harus diakui bahawa masih ada banyak keluarga yang kehidupan jasmani
maupun rohaninya terpelihara dengan baik. Mereka sungguh-sungguh menjadi saksi
hidup perkawinan sekaligus menjadi saksi dalam memberi sumbangan kepada gereja.
Hal ini mengandaikan bahwa gereja terlibat aktif untuk menyiapkan
keluarga-keluarga Katolik secara baik. Di lain sisi masih ada carut marut
probelmatika kehidupan berkeluarga. Keluarga terlantar dan anak-anak pun
terlantar akibat kerusakan hidup perkawinan dan masih ada kehidupan ekonomi
keluarga di bawah standar akibat pemborosan dalam mengelolah ekonomi rumah
tangga dan lain-lain. Masih ada
sejumlah keluarga merantau akibat
dililit hutang. Efek dari kesulitan ini berimbas pada madeknya pengumpulan
iuran. Perjuangan untuk menata hidup berkeluarga agar bahagia, sejahtera, dan
penuh dengan cinta kasih adalah bagian dari sebuah perjuangan salib.
Survei membuktikan bahwa NTT menjadi propinsi miskin yang pendapatan perkapitanya masih sangat rendah. Tentu standar ini turut mempengaruhi kehidupan menggereja dari segi finansial bila dibandingkan dengan keuskupan yang maju secara finansial di wilayah Jawa. Masih ada kelemahan lain seperti yang dikatakan Rm. Vikjen dalam perpas I tahun 2025 bahwa kita di NTT soal kehidupan menggereja sangat hebat tetapi kita sangat lemah pada wilayah sumbang menyumbang. Barangkali kehidupan sosial ekonomi menjadi ganjalan utama dalam hal sumbang menyumbang. Oleh karena itu, bentuk penghematan yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebuah bentuk baru dalam mengelolah pajak rakyat termasuk rakyat yang susah sungguh bijaksana. Gereja dalam hal ini memproklamasikan diriya sebagai tanda bagi gereja orang miskin tentu akan lebih bijaksana untuk melakukan penghematan dan tidak menampilkan bentuk kemewahan dan pemborosan dalam pesta-pesta gerejani. Tentu semuanya ini menjadi bahan evaluasi bersama.
4. OMK, ANTARA TANTANGAN DAN HARAPAN
Fase kehidupan yang mesti diperhatikan dengan bijak
adalah orang muda Katolik. Kelompok ini cukup besar dan memiliki banyak potensi
yang akan menjadi garda terdepan untuk membidik masa depan gereja. Persoalannya
apakah potensi yang ada sudah dimaksimalkan untuk memajukan kehidupan
menggereja? Apakah sudah ada model pembinaan dan pengembangan generasi muda
untuk menanggapi masa depan? Apakah ada unsur Alkitabiah yang berbicara tentang orang muda?
Nabi Yeremia
mungkin saja menjawab panggilanya untuk mewakili orang muda dengan
mengatakan kalimat yang agak pesimis, Aku masih muda (Yeremia 1:6-7).
Tuhan memanggil Yeremia pertama-tama tidak dinilai dari variabel usia
seseorang. Tuhan menilai siapa yang
pantas menjadi seorang Nabi yang akan bertanggungjawab penuh atas tugas dan
panggilan yang berat ini. Orang muda mendapat tempat di hati Tuhan untuk
memaksimalkan karya keselamatan. Dalam
Injil, Yohanes adalah orang termuda dalam jajaran para Rasul yang mendapat
tempat istimewa di hati Yesus dengan gelar “murid yang dikasihi”. Yohanes
selalu dibawah Yesus pada saat penting (Mat 17:1-13) Ia paling setia berdiri di kakai Salib Yesus dan pada saat yang genting itu Yesus menyerahkan
Yohanes kepada Bunda Maria, Inilah anakmu (Yoh, 19:26-27). Yohanes
kemudian hari menjadi penulis Injil terakhir yang paling modern sesuai dengan
zamannya (perpaduan dengan filsafat Yunani).
Saat ini, variabel ukuran kemudaan seseorang pertama-tama
dinilai dari usia yang ditentukan oleh Komisi kepemudaan. Orang mudah banyak
mendapat tempat dan pehatian dari Gereja baik gereja universal maupun
gereja-gereja lokal. Kita mengenal dengan istilah WYD (World Youth Day),
IYD (Indonesian Youth Day), AYD (Asian Youth Day), NYD (Nusra
Youth Day), LYD (Larantuka Youth Day) dan di Paroki Kotenwalang
dikenal dengan “Pekan OMK”. Persoalannya apakah energi besar yang dipakai untuk
kebutuhan pembinaan OMK sudah menjamim kwalitas sumber daya mansuia orang Muda
Katolik? Pertanyaan yang sama juga sering dilontarkan oleh generasi tua di
Kotenwalang setiap kali membuat evaluasi kegiatan Pekan OMK di Paroki
Kotenwalang. Semangat untuk memperhatikan pembinaan OMK tidak bisa ditumbangkan
oleh beberapa oknum OMK yang seringkali membuat kekacauan di Kampung-kampung
akibat mabuk-mabukan. Ada juga beberapa OMK yang apatis dengan
kegiatan-kegiatan Gereja, mereka seringkali berkumpul sendiri-sendiri yang
tidak menghasilkan energi positif dalam diri mereka. Ini adalah tantangan utama
yaitu bagaimana meredam mabuk-mabukan di antara kalangan orang muda dan
meminimalisir kekacauan pada saat diadakan pesta-pesta Gereja.
Pada lain sisi kita masih menemukan banyak OMK yang sudah
mulai mandiri, mereka bisa mengatur
kehidupan dan masa depannya. Banyak orang muda dihandalkan menjadi tulang
punggung Keluarga. Pola hidup lama yang tidak progresif perlahan-lahar tergerus
oleh nilai-nilai pembinaan yang telah dilaksanakan pada semua level. Sangat
diharapkan bahwa OMK senantiasa dekat
dengan Gereja sebagaimana Yohanes tetap setia di bawah Kaki Salib Yesus.
Barangkali kita mengimpikan munculnya nabi-nabi militan yang menjadi saksi bagi
orang muda lainnya seperti Yeremia tampil sebagai seorang Nabi. Kita mengharapkan
kesaksian Orang Muda Katolik yang sudah keluar dari area sifat pesta pora dan mabuk-mabukan,yang
keluar dari area Narkoba, yang keluar
dari area Judol, dan lain-lain.
5.
Narasi
Baru dalam Berekologi
Berbicara tentang ekologi seringkali pikiran manusia
terarah pada soal tanam-menanam pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya, soal
penggunakan peptisida, soal trumbu laut, soal penebangan liar, soal perawatan
alam, pemeliharaan mata air dan lain-lain. Inilah program-program kegiatan sekitar tema
ekologis. Masih ada hal paling mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah
membuat narasi baru tentang ekologi.
Saya mengawalinya dengan salah satu teks teks Kitab Suci yang
mendasarinya yakni Kuasailah ikan di
laut dan burung (Kej, 1:28) Teks ini sejak semula membenarkan bahwa
pusat kekuasaan ekologis ada di tangan manusia. Manusia menjadi pusat
segala-segalanya yang pada kenyataannya adalah menjadi monster bagi makluk yang
lain. Penebangan liar, penambangan illegal, biothermal, pembunuhan binatang
liar, pemboman ikan di laut adalah jawaban atas pengakuan diri manusia menjadi
pusat segala-galanya. Manusia seharusnya mengakui dirinya sebagai salah satu
spesies di alam semesta yang juga harus menghormati hak atas hidup bagi spesies
yang lain.
Ketimpangan harmonisasi alam semesta menjadi sebuah
malapetaka besar bagi kehidupan planet ini. Banjir bandang yang terjadi di mana-mana hanya dikarenakan ketidakseimbangan
lingkungan terutama akibat penebangan liar di wilayah pegunungan. Virus-virus
penyakit tertentu yang hanya bisa dinetralisir oleh beberapa jenis spesies,
binatang tertentu justru berbalik menyerang manusia sebagai inangnya hanya
karena ketidaseimbangan spesies di alam semesta. Gerakan ekologis yang sedang
bergulir dengan menanam sejuta pohon tentu sangat baik untuk manusia.
Kebanyakan lebih mengarah pada penghijauan hutan monokultur seperti hutan
kelapa sawit, hutan kemiri, hutan jati super, kopi, cengkeh, jambu mente,
kemiri dan lain justru hanya semata-mata melayani properti manusia bukan untuk
menjaga keseimbangan alam semesta. Babi dan kambing dipelihara dengan baik
hanya untuk memasok ekonomi rumah tangga manusia. Oleh karena itu manusia
bekerja hanya semata-mata untuk menjadi predator bagi spesies yang lain.
Sejarah keselamatan tidak semata-mata diperuntukan kepada manusia melainkan seluruh Kosmos mendapat tempat istimewah di hadapan Tuhan untuk di Selamatkan. Kehadiran Kristus Kosmis yakni menjadi semua di dalam semua adalah tawaran untuk menebus seluruh dunia dan bukan hanya menebus manusia dari dosa-dosanya. Manusia harus bertobat dan manyadari diri bahwa dia hanya salah satu bagian spesies di alam semesta yang juga juga bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara spesies yang lain. Menghormati martabat dan hak hidup spesies yang lain sekalipun dia itu pohon yang tidak bersuara untuk membela diri. Jika narasi ini berlaku bagi manusia maka harmonisasi alam semesta akan berhasil dan gerakan ekologis untuk memulihkan alam yang rusak para akan berjalan dengan lancar dan bertanggung jawab.
6.1. KBG, Miniatur Gereja
Saya terkesan dengan kata-kata bapak Uskup Larantuka,
Mgr. Fransiskus Kopong Kung bahwa jika anda mau melihat perkembangan Keuskupan
Larantuka, pergilah ke KBG-KBG dan di sanalah anda melihat Keuskupan Larantuka
secara real. Kata-kata ini sesungguhnya mengarah pada KBG sebagai miniatur
Gereja lokal Keuskupan Larantuka. Oleh karena itu KBG sebagai lokus dan fokus
pastoral tentu mendapat perhatian dan tempat isimewah dalam berbagai program
Keuskupan. Tiada henti-hentinya dan tiada bosan-bosannya kita harus berbicara
tentang KBG meskipun pernah dinilai KBG seperti Posyandu karena yang hadir cuma
ibu-ibu dan anak-anak. Tentu penilaian ini menjadi vitamin bagi para agen
pastoral untuk merubah haluan agar kaum muda dan bapak-bapak bertobat untuk
kembali bergabung di dalam KBG.
Gereja akan menjadi hidup dan berkembang ketika KBG
menjadi mandiri dan misioner sekaligus menjadi motor penggerak utama dalam
kehidupan menggereja. Seluruh program yang tertuang dalam PJPT pertama, kedua
dan ketiga semuanya bermuara pada KBG karena di sanalah seluruh program
keuskupan akan di eksekusi, dan dievaluasi. Semua aneka bentuk kegiatan mulai dari meja altar,
persiapan sakramen-sakramen, pengumpulan berbagai jenis iuran bahkan sampai pada dapur pastoran,
semuanya dieksekusi di KBG. Oleh karena itu kita bisa membayangkan betapa super sibuknya dan
beratnya pengurus KBG untuk mengelolah semua urusan ini. Setiap kali saya turun
merayakan Ekaristi di KBG-KBG, inilah yang saya temukan dan menjadi bahan
permenungan bagaimana mengelolah KBG dan kepengurusannya agar mereka sungguh-sungguh bekerja dengan baik, bijaksana,
senang dan bahagia dalam melaksanakan
seluruh program sehingga KBG menjadi mandiri dan misioner.
Untuk menjawab visi Gereja Lokal Keuskupan Larantuka “Gereja Umat Allah Yang Misioner”, pertama-tama visi ini terlebih dahulu dilaksanakan di KBG_KBG karena di sanalah miniatur Gereja. Semua KBG di Keuskupan tidak hanya sekedar tahu tetapi harus sunguh-sungguh mendalami visi Keuskupan bahkan menjadi bagian dari hidup mereka di KBG. Merekalah yang pertama-tama mensukseskan kemandirian dalam bidang personal, spiritual dan finansial barulah kemudian mereka bermisi. Tentu ini menjadi tanggungjawab para agen pastoral tertahbis untuk menyiapkan dan membumikan visi keuskupan di masing-masing KBG. Sedikit bernostalgia ke belakang untuk membuka kembali lembaran hasil evaluasi sebelumnya bahwa ada berapa persen umat Keuskupan Larantuka mengetahui secara mendalam tentang visi Gereka Lokal Keuskupan Larantuka. Inilah yang akan menjadi standar untuk bekerja lebih, dalam mensosialisasikan visi Gereka Lokal Keuskupan Larantuka.
6.2. Kelompok Kategorial, Harta Rohani dalam Gereja
Kelompok
Kategorial tidak lazim dalam bahasa Gereja dan mungkin nama ini hanya berlaku
di Indonesia. Kelompok Kategorial adalah tejemahan dari KHK 298§1 dan Dokumen
Konsili Vatikan II Apotolicam Actuositatem 18 yang dalam bahasa gereja disebut
“Perserikatan-perserikatan” yang termasuk di dalamnya perserikatan, privat,
publik, perserikatan klerikal, dan ordo-ordo ketiga. Semua perserikatan diatur
menurut tata aturan gereja dan harus disetujui oleh otoritas Gereja. Kelompok Kategorial merupakan persekutuan umat
beriman berdasarkan kategori/ kharisma tertentu.Oleh karena itu masing-masing kelompok
Kategorial memiliki spiritualitas dengan aturannya (ADRT).
Persoalannya
bahwa kelompok Kategorial tumbuh dan berkembang begitu banyak sehingga sulit
dikontrol dengan baik. Bisa terjadi bahwa kelompok itu didirikan tanpa melalui
persetujuan otoritas Gereja. Hampir semua Paroki menghendaki agar semakin
banyak kelompok Kategorial tumbuh dan berkembang di paroki. Inilah dsebut
kekayaan Gereja karena dengan adanya kelompok-kelompok kategorial penghayatan
hidup rohani umat beriman semakin mendalam. Kebanyak kelompok Kategorial
menjadi model untuk menghidupi
kegiatan-kegiaan gerejani. Misalnya Legio Maria mendoakan orang Sakit, bersama
dengan pastor menghantar Komuni kepada orang-orang sakit, mendoakan keluarga
dan anak-anak yang hendak menerima Sakramen. Konfreria mendoakan orang dan
mengurus penguburan orang mati dan lain-lain.
Ada sedikit kelemahan bahwa bisa terjadi ada persaingan antar Kelompok Kategorial sekaligus menjadi eksklusif. Oleh karena itu sangat penting diperlukan pendamping rohani bagi semua kelompok Kategorial agar anggota kelompok dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan norma dan tradisi Gereja Katolik.
7. Penutup
Gereja Lokal memiliki tangung jawab yang sangat besar dan
mulia. Seluruh program dan kegiatan di atas semata-mata hanya mengurus manusia
seutuhnya yakni “keselamatan jiwa badan manusia. Diharapkan umat beriman
semakin matang mengenal Kristus sebagai Sang Juruselamat Dunia. Ada begitu
banyak sarana yang termuat dalam berbagai progran dan kegiatan untuk
mensukseskan tujuan yang satu itu yakni Umat beriman memperoleh keselamatan
kekal.
Tugas ini dimandatkan oleh Kristus sendiri agar
Gereja-Nya melanjutkan karya Keselamatan zampai akhir zaman. Tentu pekerjaan
ini sangat melelahkan dan apa yang diperoleh dari pekerjaan yang melelahkan
ini? Hanya ada satu jaminan yaitu “engkau akan memperoleh seratus kali lipat
dan akan memperoleh hidup yang kekal” (Mat, 19:29). Semoga demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar