Kamis, 23 Juni 2022

DI ATAS TANAH MASIH ADA TUHAN TANAH

Oleh: Patrisius Dua Witin, CP

Suku Lamaholot mengenal  sebutan tuan tanah, lewotanah, tanah ekan, bunga tanah, huke tanah.  Sebutan- sebutan ini sangat bermakna dalam hubungannya dengan kekuatan leluhur, religius, magis, dan itu bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu,  bagi suku Lamaholot, tanah menjadi urusan yang sakral, kramat dan bertalian erat dengan soal hidup dan mati manusia.  Orang bisa saling membunuh dalam perang tanding antar kampung hanya karena mempertahankan batas tanah. Mungkin saja mempertahankan tanah sampai titik darah penghabisan  adalah bagian dari mempertahankan harkat dan martabat sebagai menusia yang diciptakan dari debu tanah. Paus Yohanes Paulus II setiap kali dalam kunjungannya ke negara-negara lain, setelah turun dari pesawat, beliau langsung mencium tanah. Orang Dayak Kalbar memiliki ritual “tijak tanah” (injak tanah) bagi tamu-tamu penting  yang pertama kali memasuki wilayah mereka.  Ketika ada tamu terhormat disambut pertama kali memasuki daerah Kotenwalang, saya teringat akan kata-kata sastra dari seorang penyair yang seringkali diuang-ulang dalam ritual penyambutan adalah “Koten Wulu Matan, Tanah Baloni Bala Sina”.  Syair ini mau menggambarkan bahwa tanah Koten memiliki jiwa dan kekuatan para leluhur  yang senantiasa melindungi dan menjaga keselamatan setiap penghuninya. 

Manusia memang punya hak atas tanah dan dilindungi oleh hukum pertanahan tetapi manusia tidak  bisa menciptakan tanah. Tuhan mempunyai hak atas semua yang hidup dan yang mati termasuk tanah. Alkitab juga berbicara tentang tanah sebanyak 1242 ayat artinya tanah itu  sangat penting bagi manusia. Tuhan membentuk manusia dari debu tanah (Kej 2:7), kelangsungan hidupnya bergantung dari tanah (Kej 3:19, 4:3) dan kembali menjadi tanah (Kej 3:19).  Cuma tiga ayat ini saja cukup membuktikan bahwa unsur tubuh manusia menurut alkitab hampir seluruhnya bersumber dari tanah. Oleh karena itu, jangan bermain-main dengan tanah,  mempermainkan tanah dan jangan bersumpah atas tanah.

 

 
 

Minggu, 12 Juni 2022

JALAN RUSAK MENUJU JALAN KEBENARAN DAN HIDUP

Oleh: Patrisius Dua Witin, CP


Ada jalan rusak, ada jalan mulus, ada jalan panjang, ada jalan pintas, Ada jalan keluar, ada jalan masuk, ada jalan gelap, ada jalan terang ada jalan tikus, ada jalan raya, ada jalan negara, ada jalan desa, ada jalan perusahan, ada jalan usaha tani. Jalan-jalan itu ada dan diadakan khusus, semata-mata untuk melayani kebutuhan dasar semua makhluk hidup. Semua makhluk hidup memerlukan jalannya masing-masing menurut kebutuhannya. Babi hutan yang biasa hidup di hutan harus memiliki jalan masuk ke kebun manusia untuk mencari makanan agar dia bisa hidup. Bagi manusia, jalan masuk babi hutan menuju kebun merupakan jalan kehancuran, tetapi menurut babi hutan, itulah jalan hidupnya. Tetapi yang paling hebat, Yesus menyatakan diri-Nya: AKULAH JALAN KEBENARAN DAN HIDUP. Jalan benar menuju hidup hanya ada pada Yesus. Persoalannya: apakah jalan-jalan lain di atas  tidak benar dan tidak menghidupkan?

Ketika kita berbicara tentang membangun daerah tertinggal, maka pertama-tama orang akan berpikir tentang membangun infrastruktur jalan. Ini adalah logika pembangunan lurus yang harus dipatuhi tanpa ada permainan pada arena logika terbalik. Sekedar contoh pada permainan logika terbalik di area pembangunan wilayah Kotenwalang yang dijuluki daerah tertinggal.  Dana desa yang telah disalurkan oleh pemerintah dengan jumlah yang tak sedikit dari miliyaran rupiah tidak akan dikelolah dengan baik dan benar karena mereka harus memobilisasi bahan bangunan malalui jalan yang rusak parah.  Ketika saya memulai sebuah pekerjaan baru di Kotenwalang dengan melayani paroki baru, keluhan yang sangat memiluhkan dan paling sadis yang sering keluar dari mulut masyarakat  adalah “jalan”.  Memiluhkan karena mereka harus menyiapkan tenaga dan metal baja untuk menaklukan ruas jalan dari Waiklibang menuju Kotenwalang. Keabsahan keluhan ini tak  pernah diperdebatkan oleh siapapun dan dari pihak manapun yang pernah melintasi ruas jalan ini. Sadis  karena  negara kita sudah merayakan HUT kemerdekaan ke-76  tetapi masih ada daerah yang masyarakatnya hidup tertinggal jahu dari transportasi jalan. Bertahun-tahun keluhan ini bertahan sambil menunggu munculnya rasa keprihatinan dan prikemanusiaan dari instansi dan lembaga manapun. Tak jarang pihak pemerintah Kabupaten dan Kecamatan berkunjung ke wilayah Kotenwalang. Sesekali mereka melihat dan merasakan betapa sengsaranya menikmati jalanan tersebut tetapi keprihatinan dan prikemanusiaan  ibarat makhluk luar angkasa yang tak pernah singgah di hati.

Tulisan tentang jalan ini tidak bermaksud untuk mengeritik siapapun yang berwewenang dengan urusan jalan atau bermaksud untuk mengemis secerca keprihatinan dan prikemanusiaan tetapi refleksi tentang pengalaman pahit ini mengajarkan kami orang Kotenwalang bahwa “jalan itu penting”. Setiap pergerakan manusia untuk berpindah tempat memerlukan sebuah “jalan”.  Paling sederhana ketika manusia bergerak menuju rumah tetangga saja memerlukan jalan. Jalan yang baik dan benar akan menghantar setiap orang menuju kawasan kehidupan yang baru. Kehidupan baru yang akan menguak banyak harta kekayaan yang sudah lama terpendam.

Pada awal injilnya, Yohanes  menulis dengan jelas keraguan Natael tentang  sang Mesias yaitu Yesus yang datang dari Nazaret. Keraguan Natanael dipastikan dengan sebuah pernyataan "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazareth?" (Yoh, 1:46). Pernyataan ini membuktikan bahwa Natael seorang Israel sejati.   Ia berbicara tidak sekedar basa basi untuk menyenangkan telinga para pendengar, ia bicara jujur, tak ada kepalsuan di dalamnya (Yoh, 1:47).  Nazareth memang dipandang sebelah mata oleh bangsa Yahudi seolah-olah tak ada sedikitpun unsur kebaikan tersimpan di sana. Di tengah keheningan, nama Nazareth melambung tinggi dengan munculnya  sang Mesias yang datang dari sana. Pola penilaian seperti ini terstruktur dengan rapi dan menjadi warisan setiap generasi sepanjang zaman. Misalkan nama “Waibalun” akan terus melambung tinggi karena memang para pejabat publik, para imam, biarawan dan biarawati terbanyak lahir dari sana. Menyandang nama Waibalun akan  menaikan nilai jual di pasar publik Kabupaten Flores dalam semua lini kehidupan yaitu sosial- politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pembangunan, religiositas dan lain-lain. Sedangkan nama “Kotenwalang” dengan sendirinya akan menurunkan bursa saham di segala bidang kehidupan. Pertanyaan keraguan Natael sekedar diulang untuk mempertegas penilaian ini: mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Kotenwalang? Ukuran standar kebaikan setiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan kedudukan dan tempat di mana ia berdiri untuk membuat penilaian itu. Yang pasti bahwa tarik ulur pengaspalan jalan menuju Kotenwalang adalah imbas dari “yang baik” tidak berbanding lurus dengan “biaya”. Perhitungan matematis tentu akan menghasilkan kepastian tetapi siapakah juga yang dapat bernubuat  bahwa membuka isolasi menuju Kotenwalang akan menguak kepastian tentang harta terpendam di sana. Jika logika pembangunan ini yang dipakai maka nilai-nilai prikemanusiaan menurut sila kedua Pancasila ibarat memarkir besi tua.

Ukuran “yang baik” tidak akan datang melalui jalan yang sesungguhnya tetapi akan diukur menurut  “jalan hidup” anda. “Jalan hidup” seseorang bernilai tidak diukur menurut standar kekayaan, tidak juga pada standar kedudukan sosial di masyarakat, juga tidak pada besar kecilnya sebuah jabatan. Karena itu, Salomo lebih memilih kebijaksanaan daripada harta dan umur panjang. Jalan hidup kita akan bermutu dan bernilai hanya karena melakukan hal-hal yang kecil dan sederhana. Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk, 17:10). “Jalan sesungguhnya” hanyalah pijakan sebuah lompatan jauh menuju “jalan hidup yang benar”. Tetapi siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (Mat, 6:27). Hanya Tuhan yang dapat mengubah kekuatiran manusia menuju jalan hidup yang benar. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yoh, 14:6).  Karena itu carilah dahulu Kerajaan Allah, maka yang lain akan ditambahkan kepadamu termasuk di dalamnya “Jalan Rusak Menuju Jalan Kebenaran dan Hidup”. ....