Iklan

Sabtu, 10 Agustus 2024

PAPUA, TANAH BELIMPAHKAN SUSU DAN MADU

 Catatan Perjalanan

Patrisius Dua Witin, CP



Tulisan ini merupakan sebuah refleksi singkat setelah sebulan menjelajahi tanah Keerom, Jayapura, Abepura, Sentani, Kota Raja, Mahadi, Entrop, Tanah Hitam, Holandia, Koya, Skow dan sekitarnya sekaligus melintasi Jembatan Merah, Danau Sentani dan  Gor Lukas Enembe yang menjadi ikon kebanggaan orang Papua. 

Siapapun dan orang manapun yang telah menginjakkan kakinya di tanah ini, mereka akan bangga dan  menyatakan dirinya “AKU PAPUA”. Kebangggaan ini sebagai ungkapan terdalam ketika orang telah menyatu dengan alam, menghirup kesegaran udara kota dan desa, menyatu dengan budayanya, menyatu dengan makanan khasnya “Papeda dan kua ikan segar, petatas, keladi, bete, dan lain-lain”.  Di tanah ini, kita akan menikmati ikan Mujair terbesar dari danau Sentani, tikus tanah, kanguru, dan lain-lain. Kisah kisah ini hanya berkisar di lingkaran kota. Ketika anda bergerak sedikit ke dalam seperti Wamena, Timika, Merauke, Yawaruf, Intan Jaya, Biak, Sorong, Nabire, Bovendigul, Asmat, dan lain-lain, anda akan dengan sendirinya menyatakan bahwa “TANAH PAPUA, TANAH BELIMPAHKAN SUSU DAN MADU”.

Oleh karena itu, kebanyakan orang, khususnya para pemilik modal dalam negeri dan terutama pemilik modal asing,  para pejabat negara sampai pada para kuliner bekerja keras menanamkan jasa-jasanya di tanah ini untuk memanen dan menikmati susu dan madu. Sulit untuk merekapitulasi barang-barang tambang terutama emas yang terpendam dalam tanah yang sampai hari menjadi gonjang ganjing perbincangan di kalangan elit dalam dan luar negeri bahwa siapa sesungguhnya sang pemilik kekayaan ini. Peristiwa perang, pembunuhan, pemberontakan KKB dan lain-lain mungkin saja  merupakan rentetan dari ketidakadilan akan penguasaan tanah yang berlimpahkan susu dan madu.

Barangkali kita kembali pada akar dari semua perintiwa ini bahwa  satu-satunya sang pemilik tanah ini adalah “TUHAN” sebagai sang pencipta. Dan yang kedua adalah “Orang Papua” yang telah lahir, tumbuh dan berkembang di tanah ini. Mereka adalah sang pemilik warisan alam, budaya, adat istiadat, dan biarkanlah mereka menjadi dirinya sendiri seperti  semulah yang dikehendaki oleh Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar