Eputobi,
salah satu kampong di Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur. Menurut
sejarah, awalnya kampong Eputobi terbentuk dari kumpulan beberapa kampong
yaitu, Lewohala, Sarabiti, Waihali. Atas prakarsa panglima perang yang tak
terkalahkan, almahrum Boli Wawe Mea, semua kampong tersebut dilebur menjadi
satu dengan nama Lewoingu yang kemudian menjadi Eputobi. Sampai hari ini, kubur
sang panglima perang Boli Wawe Mea masih ada di kampong lama Eputobi.[1] Siapakah
yang sesungguhnya panglima itu? Dan bagaimana asal usulnya, hanya tetua adat di Desa Lewoingu, Eputobi
yang dapat menuturkannya. Kekuatan para panglima perang dari Lewoingu tak dapat
diragukan maka raja Larantuka mempercayakan Kakang Lewoingu sebagai tangan
kanan dalam hal perang dibandingkan 9 kakang yang lainnya.
Ketika
anda memasuki desa Eputobi di sana anda akan menemukan tugu dengan patung
anjing dan ayam. Menurut mereka, anjing dan anjing sangat membantu mereka pada
suasana perang. Ketika musuh datang pada malam hari, anjing dan ayam memberi
tanda bahwa musuh sedang mengintai mereka. Karena itu, para panglima perang
bersiap-siap untuk bergerak melawan para musuh. Di Kampung lama Eputobi masih
ada batu yang berbentuk ayam dan justru itulah menurut kepercayaan mereka, ayam
sebagai symbol pembantu dalam hal berperang terus dilanggengkan sampai hari
ini.[2]
Juga terdapat sebuah batu tinggi tempat untuk orang memberi pengumuman. Suku
Soge Making dipercayakan untuk memberi pengumuman dari para kebelen suku Kelen.
Di Kampung lama masih ada rumah adat orang Eputobi yang dijaga oleh suku kelen.
Sekarang tidak terpelihara dengan baik bahkan sudah rusak total. Tiga batang gading besar dibiarkan di luar
yang hanya ditutup dengan sebuah terpal. Juga ada rumah adat milik orang
Leworok yang barusan direhab. Hal ini
patut disayangkan karena tidak dirawat dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar