REFLEKSI
MINGGU PASKAH IV
TAHUN B
Yohanes 10:11-18
Oleh: RP. Patrisius Dua Witin, CP
Seringkali Alkitab menyajikan metafora tentang dua kata penting ini yaitu “ Gembala dan Domba”. Karena itu, wacana tentang Gembala yang baik bersama dombanya adalah salah satu tema yang sangat menarik untuk dibahas. Kiranya bukan hal yang sulit untuk memahami metafora Gembala dan Domba dalam Kitab Suci. Dua kata benda hidup yang secara lumrah dalam keseharian di Palestina, Gembala mewakili manusia dan Domba mewakili binatang yang kemudian ditafsirkan kedua-duanya diidentikan dengan pola tingkah laku seorang pemimpin dan orang yang dipimpin. Lebih hebat lagi gambaran Alkitabiah tentang Gembala dan Domba menjadi ukuran tentang Kasih Tuhan kepada manusia.
Yesus membuka kata-kata-Nya dalam Injil
hari ini dengan mengatakan “Akulah Gembala yang Baik”. Kata “Akulah” dalam bahasa Kitab Suci terkenal dengan sebutan
Yunani “Ego Eimi” yang merujuk pada
Kitab Keluaran ketika pertama kali Tuhan menampakan diri-Nya kepada Musa
(Keluaran 3:14). Kemudian Yesus kerap kali memakai kata “Ego Eimi” untuk
menegaskan diri-Nya atau mengidentikan diri-Nya adalah Tuhan. Akulah Terang
Dunia (Yoh, 8:12; 9:5), Akulah Roti Hidup (Yoh, 6:35; Yoh, 6:48, 51), Akulah
Pintu (Yoh, 10:7), Akulah Jalan Kenaran dan Hidup (Yoh, 14:6).
Pernyataaan diri Yesus sebagai Gembala
Yang Baik sesungguhnya merupakan kata-kata tamparan kepada imam-imam dan orang
Farisi yang mendengar ajaran Yesus pada saat itu. Ukuran kebaikan seorang
Gembala (Yesus) yaitu mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan domba-domba dari
serangan musuh sedangkan orang upahan (orang farisi) lari dari tanggungjawab,
egois, ingat keselamatan diri sendiri. Hal ini mau mengingatkan kepada kita semua
bahwa betapa besar Kasih Tuhan yang telah mempertaruhkan nyawa-Nya di atas Kayu
Salib demi keselamatan seluruh umat manusia. Hubungan cinta mesra antara Tuhan
yang menyamakan diri-Nya sebagai Gembala dan manusia sebagai domba bisa juga
kita temukan dalam Kitab Mazmur 23:1-6. Sang Pemazmur melukiskan keadaan di
mana manusia senantiasa merasa tenang dan damai dalam lindungan Tuhan sebagai
Sang Gembala yang Baik.
Semangat pengorbanan adalah nilai harus
kita renungkan dalam seluruh rangkaian kehidupan kita. Banyak orang tentu telah
mengorbankan banyak hal untuk orang lain dengan intensitas yang berbeda-beda.
Ada orang yang mungkin mengorbankan banyak hal untuk mendapat sesuatu yang
besar tetapi banyak juga orang telah mengorbankan banyak hal karena cinta.
Tentu kita tidak menutup mata dengan kepemimpinan duniawi yang belum tentu melindungi
seluruh warganya dan seluruh tanah tumpah darah. Mengorbankan harta negara karena
atas dasar cinta akan sangat mulia dan
bukan karena demi mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Seringkali pemimpin
diganti atau dipindahkan hanya karena menjadi orang-orang upahan dan bukan
gembala yang baik.
Gambala yang baik mengenal satu pesatu
domba-dombanya dan domba tentu mengenal suara gembalanya. Tuhan mengenal setiap
kita bahkan rambut dikepalapun Ia tahu berapa jumlahnya. Persoalannya adalah
bahwa apakah domba mengenal suara gembalanya. Pertanyaan ini memang sulit
dijawab. Hari hari hidup kita terkadang dekat dengan Tuhan tetapi pada saat
tertentu kita merasa sangat jauh dengan Tuhan. Terkadang kita lupa akan pesan-pesannya
dalam Injil karena sibuk mengurus
pesan-pesan dalam Media Sosial. Pada akhirnya hidup kita tidak panas dan tidak
dingin tetapi suam-suam kukuh yang pada gilirannya akan dimuntahkan oleh Tuhan,
kata Rasul Paulus kepada umat Laodikia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar