Iklan

Kamis, 06 Februari 2025

SALIB DAN SENGSARA

                                           

        PENGUNGSI LETUSAN GUNUNG LEWOTOBI

                       (SEBUAH REFLEKSI)

                        Patrisius Dua Witin, CP


Pasca letusan gunung Lewotobi masih  menyisahkan trauma dan kesengsaraan di tenda-tenda pengungsian. Gerakan kekuatan besar baik perorangan maupun kelompok atas nama “kemanusiaan”  untuk mengatasi duka dan derita sudah dan sedang dipertontonkan secara global . Besar kecilnya naluri kemanusian dapat diukur menurut standar “cinta kasih” yang dimiliki oleh setiap orang. Tentu saja tragedi besar ini tidak dapat dipisahkan dari iman kita sebagai pengikut Kristus.

Iman yang sesungguhya adalah iman akan Salib dan Sengsara Kristus yang akan menjadi Roh atau nafas kesengsaraan manusia di bumi. Klasifikasi iman akan Yesus Kristus sebagai guru dan Tuhan di bawah spesies Salib dan Sengsara menjadi sebuah paradoks yang sampai kapanpun akan terus kerkurung dalam sebuah perdebatan.  Perdebatan terminologi klasik yakni “Salib dan Sengsara” tak akan pernah selesai karena penderitaan selalu up to date, kontemporer kekal. Ada bahaya jika perdebatan tentang Salib dan Sengsara terkontaminasi dengan ideologi yang merujuk pada dua kata sifat yaitu “kritis dan revolusioner”. Kaum Marxis Kristen dewasa ini merujuk pada Salib atas nama imperatif keadilan, sebaiknya diwaspadai jika tidak, mereka akan menyerah pada tekanan ideologis yang tidak terkendali, dan menjadikan iman mereka budak dari sebuah situasi.

Salib dan Sengsara adalah Kebodohan Allah (Yunani) tetapi yang bodoh dari Allah tidak hanya menjadi kekuatan dan hikmat Allah tetapi dibodohi oleh orang-orang bodoh di taman kesenangan dengan meneguk anggur bodoh. Perjuangan kemanusian tidak hanya sampai pada titik puncak keadilan tetapi harus dilandasi dengan amal kasih. Allah yang mati di Kayu salib bukan mati bodoh karena Allah mau mati untuk mengalahkan kematian. Semuanya diselesaikan atas dasar “cinta kasih”. Tak ada Kasih yang paling besar dari pada kasih seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya. Perjuangan atas Salib dan Sengsara para pengungsi Lewotobi  akan sangat bermartabat di hadapan Allah hanya karena di landasi oleh “cinta kasih”.